Notification

×

Iklan

Iklan

DPW KSPN NTB Gelar Diskusi Kritis UU Omnibuslaw Dengan Pakar dan OKP se NTB

Tuesday, October 20, 2020 | October 20, 2020 WIB Last Updated 2021-04-01T16:56:29Z
Foto: Suasana ketika DPW KSPN NTB bersama dengan BEM dan OKP se NTB berdiskusi membahas UU Omnibuslaw dengan para pakar dan akademisi di Favehotel, Mataram - NTB


Mataram, Selaparangnews.com - Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Nusa Tenggara Barat menggelar diskusi untuk mengkritisi Undang Undang (UU) Omnibuslaw yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI beberapa waktu yang lalu. "Dengan cara inilah kami memperhatikan kondisi Indonesia saat ini," kata Lalu Iswan Muliadi, Ketua DPW KSPN NTB pada (19/10), saat memberikan sambutannya di Vafehotel-Mataram. Selasa, 20/10/2020.

Dalam acara tersebut ikut dihadiri pula oleh tiga pakar dan akademisi yaitu dr. Hilman Syahrial Haq L.LM, dr. Gufran, dan dr. Hari. Serta perwakilan jajaran dari 24 Organisasi Kelompok Partisan (OKP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-NTB.

Pada diskusi yang bertajuk "Mengkritisi UU Omnibuslaw Cipta Kerja Secara Intelektual" itu, Muliadi mengatakan KSPN NTB bukan hanya hadir dengan melakukan aksi di jalan untuk menentang produk hukum yang telah diketok tersebut. Tapi ia juga melaksanakan diskusi, agar menjadi bukti keseriusannya untuk mewakili suara aspirasi dari buruh khususnya di NTB.

"Selain turun aksi ke jalan, kami juga dari KSPN NTB akan melakukan uji materi nantinya. Dan ini merupakan salah satu cara kami melakukan upaya yang baik untuk menyuarakan aspirasi," tegasnya.

Berdasarkan instruksi yang ia terima dari KSPN pusat, dirinya mengaku telah diminta agar UU Omnibuslaw tersebut bisa dibawa ke ranah uji materi nantinya di Mahkamah Konstitusi. Sehingga berbagai macam upaya yang telah dilakukannya tidak menjadi sia-sia nantinya.

Sementara itu, dr. Hilman Syahrial Haq L.LM menerangkan bahwa UU Omnibuslaw merupakan produk hukum, jadi harus ada proses yang di evaluasi. Termasuk pada setiap hasil dari UU yang dirilis oleh pemerintah, pasti menimbulkan akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Adapun Hilam menekankan pada pembentukan produk hukum ia mengajak agar masyarakat lebih detail lagi melihat siapa-siapa orang yang akan mewakilkan suaranya nanti di legislatif. 

"Jadi kehati-hatian itu nantinya akan terseleksi penuh ketika mereka (DPR) akan duduk di senayan nantinya," pringatnya.

Hal itu ia utarakan karena dampak dari produk hukum yang dihasilkan nantinya bukan hanya dalam jangka pendek. Namun akan berefek terhadap jangka panjang, yang tentunya akan melibatkan generasi yang akan datang.

Terlebih lagi, menurut Hilam metode yang seharusnya dipakai dalam proses produk hukum ialah sektor yang akan diatur itu berdasarkan kebiasaan masyarakat. Tapi di Indonesia sendiri ia menyebut yang terjadi sekarang yakni memakai proses yang baru dan itu sudah jelas menurutnya sudah cacat secara hukum.

"UU Omnibuslaw sudah cacat karena semua UU yang lahir itu tidak memperhatikan nilai-nilai filosopisnya," terangnya.

Lebih lanjut lagi, kata Hilman di Negara lain prosesnya produk hukum dihasilkan melalui kebiasaan masyarakat, tapi UU Omnibuslaw tersebut ia katakan lahir untuk menciptakan kebiasaan baru di tengah masyarakat.

Bahkan dari pandangannya sendiri, masyarakat tidak perlu lagi membaca keseluruhan dari UU Omnibuslaw. Mengingat, dari reaksi masyarakat sudah banyak yang menolak.

"Tidak perlu baca UU Cipta Kerja yang banyaknya ribuan halaman, karena dari reaksi masyarakat itu kita sudah bisa menilai hukum tersebut," jelasnya.

Sebab, menurutnya kalau memang benar UU tersebut diambil dari kebiasaan masyarakat, maka masyarakat tersebut tidak akan bereaksi seperti saat ini dengan melakukan aksi demonstrasi di jalan. (fgr)

×
Berita Terbaru Update