Notification

×

Iklan

Iklan

Islam Dalam Khazanah PMII: Sebuah Resensi Buku

Sunday, April 11, 2021 | April 11, 2021 WIB Last Updated 2021-04-10T17:07:09Z


 

Judul        : Islamku Pergerakanku

Penulis    : Ahmad Fauzy

Penerbit : My Litera

Tahun     : 2018, Cetakan I

Tebal       : Xiv +145 Halaman


Sebelum berbicara mengenai  apa  yang dibahas oleh penulis dalam buku ini, perkenankan saya untuk sedikit terlibat dalam perdebatan publik mengenai gerakan radikalisme agama di Indonesia.


Saya sepakat dengan Nyonya Ulfat Aziz Us Samad (The Great Religions In The World: 1990:Vi) bahwa “tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mengumpulkan umat manusia bersama-sama dan mempersatukan mereka dalam ikatan saling mencintai dan berkasih-sayang seperti halnya yang dapat diperbuat oleh agama yang dimengerti dengan benar. 


Hanya agama yang bisa menumbuhkan pengorbanan seseorang terhadap kepentingan-kepentingan pribadinya demi manusia lainnya dan dapat menciptakan keyakinan dalam dirinya bahwa ketulusan dan kebenaran yang abadi adalah kenyataan yang harus dipentingkan dari segalanya dalam ikrar kita.”


Yang perlu diluruskan adalah anggapan yang berkembang di masyarakat yang mengidentikkan gerakan radikal sebagai ajaran yang ada secara inheren  pada agama. 


Penting juga dipahami bahwa  istilah radikal  itu pun akhir-akhir ini terus-menerus mengalami peyorasi makna, di mana  secara serampangan dimaknai sebagai kekerasan belaka, bahkan istilah radikal itu selalu disandingkan dengan kata teroris. 


Padahal kalau kita lihat maknanya secara etimologi, istilah radikal berasal dari bahasa Latin, yakni Radix yang artinya adalah akar atau mengakar. Sementara KBBI memaknainya dengan tiga ekstensi makna yang berbeda, namun ketiga-ketiganya tidak berorientasi negatif, seperti yang dipahami banyak orang. Bukankah kita patut curiga, mengapa istilah radikal selalu disandingkan dengan kekerasan yang mengatasnamakan agama (teror dan teroris), terutama Agama Islam. Apakah ini adalah cara untuk menolak orang yang beragama secara radikal (mengakar). Entahlah saya tidak mengerti.


Memang tidak dapat disembunyikan bahwa teks-teks agama yang dipahami secara keliru bisa dijadikan legitimasi untuk melakukan tindakan kekerasan. Teks-teks tentang perang (ayat-ayat musayifah) misalnya seperti pengakuan pelaku Bom Bali yang berhasil didokumentasikan oleh Dr. H. Zulfi Mubarak dalam bukunya Tafsir Jihad:Menyingkap Tabir Fenomena Terrorisme Global. Meskipun sebenarnya, banyak sekali teks-teks agama yang berbicara tentang perdamaian (ayat-ayat Musaalimah).


Pertanyaannya, benarkah bahwa agama adalah satu-satunya sistem nilai (Ideologi) yang melegitimasi kekerasan untuk mencapai tujuan ideologisnya? Bagaimana dengan fasisme Nazi? Anarkisme Revolusionernya Bakunin? Liberalisme Amerika yang sering mengintervensi Negara lain dengan dalih demokrasi dan keamanan? Apakah semua itu bergerak berdasarkan spirit agama?


Nah! Titik inilah yang ingin diklarifikasi oleh penulis melalui bukunya. Penulis ingin menunjukkan bahwa PMII tidak seperti itu.  Dengan kata lain, Ideologi PMII memiliki dasar keislaman dan keilmuan yang sejalan dengan cita-cita luhur Agama Islam dan Pancasila.


Mengingat proses globalisasi cenderung membuka jalan bagi tumbuh suburnya pusparagam pandangan dan ideologi, terutama di lingkungan akademik, maka buku ini sangat tepat dijadikan sebagai buku pegangan (Handbook) bagi para pemuda-pemudi yang hendak melepaskan masa abu-abunya menuju bangku perkuliahan.  Apa sebab? Karena isinya tidak hanya tentang PMII dan ideologinya, melainkan juga tentang sejarah dan peta pergerakan pemikiran Islam, termasuk juga mengenai sejarah masuknya Islam di Indonesia.


Bahkan penjelasan mengenai paham Ahlu Sunnah Wa Al Jama’ah yang dianut oleh banyak orang di Indonesia, terutama oleh NU dan PMII sendiri, dijelaskan dengan cukup terperinci dan mudah dimengerti. Begitu juga dengan penjelasan mengenai sejarah masuknya Islam di Nusantara, (yang kemudian menjadi ciri khas keislaman yang berkembang di Indonesia) dilengkapi dengan data-data hasil penelitian para profesional di bidangnya. Singkat kata, buku ini (sepertinya) memang sengaja dibuat sebagai pegangan bagi siapapun yang ingin mengenal PMII lebih jauh, lebih-lebih bagi mereka yang tertarik bergabung menjadi anggotanya.


Dari hasil bacaan saya mengenai buku Islamku  Pergerakanku  ini, ada beberapa point yang saya temukan: Pertama, buku ini bisa digunakan sebagai konter wacana terhadap wacana islamphobia dan islam garis keras; Kedua, buku ini cukup membantu dalam memahami sekte-sekte yang ada dalam Islam; Ketiga, urutannya sistematis, bahasanya ringan dan tidak bertele-tele.  Akan tetapi,  ada satu hal yang tidak saya dapati dalam karya ini, yaitu analisis kritis penulis. Topik yang dibahas  memang cukup luas, tapi cenderung naratif dan tidak argumentatif. Kesannya seperti sekedar memindahkan tulisan dari satu tempat ke tempat yang lain. Padahal point ini sangat penting  untuk dibicarakan secara ilmiah dan terbuka. Hal ini juga cukup menentukan bagi  penulis. Di sana kita bisa melihat orsinilitas dan penguasaan penulis terhadap materi-materi yang ia bicarakan.


Selebihnya adalah ucapan apresiasi kepada penulis yang telah membuktikan bahwa tidak semua mahasiswa – terutama aktivis-gerakan – di zaman milenial ini buta dan lupa akan pentingnya budaya literasi. Karena memang, menulis adalah pekerjaan berat dan bernilai, yang tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang murahan dan berpikiran instan.


Peresensi: Muhammad Yunus

×
Berita Terbaru Update