![]() |
Kolase Kegiatan Ustazah Lina di beberapa Majelis |
SELAPARANGNEWS.COM - Dengan balutan cadar dan kelembutan tutur katanya, Linasari, S.Pd., yang akrab disapa Ustazah Lina, menjadi figur yang dikenal luas di Dusun Orong Ramput, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Bukan hanya sebagai guru PAUD dan penyuluh agama, tapi juga sebagai pelopor edukasi pencegahan perkawinan anak melalui pendekatan institusi dan kelembagaan yang tumbuh dan hidup di masyarakat yaitu majelis ta’lim.
Sejak 2019, Lina aktif sebagai Penyuluh Agama Islam non-ASN di bawah Kementerian Agama Kabupaten Lombok Utara. Namun, perannya lebih dari sekadar memberi ceramah agama. Ia membawa misi penting: menyelamatkan generasi muda dari praktik perkawinan usia dini yang masih marak di wilayah binaannya.
“Banyak orang tua berpikir menikahkan anak adalah jalan keluar dari kemiskinan atau tekanan sosial. Padahal justru sebaliknya, itu menambah masalah baru,” tegasnya saat ditemui di Pondok Pesantren Istidadudakrain. Minggu (04/05/2025).
Majelis Ta’lim: Wadah Strategis untuk Edukasi
Bagi Lina, majelis ta’lim bukan hanya tempat mengaji, tapi juga ruang strategis menyampaikan nilai-nilai penting tentang keluarga dan masa depan anak. Ia aktif membina 17 majelis ta’lim di dua desa, yakni Sigar Penjalin dan Medana. Setiap pertemuan bulanan ia manfaatkan untuk menyisipkan edukasi soal keluarga maslahah dan bahaya perkawinan anak.
Pengetahuannya semakin kuat setelah mengikuti pelatihan bimbingan calon pengantin yang diselenggarakan oleh Lakpesdam Nahdlatul Ulama bekerjasama dengan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinan Kementerian Agama atas dukungan Program INKLUSI. Di sana ia belajar pentingnya fondasi pernikahan yang kokoh, seperti tujuan menikah yang harus diselaraskan dengan nilai spiritual dan kedewasaan emosional. Materi ini kemudian ia kemas dan sampaikan kepada para ibu dan remaja dalam pengajian rutin yang ia dampingi.
“Kalau kita undang ibu-ibu khusus untuk edukasi soal ini, biasanya mereka enggan hadir. Tapi kalau disisipkan saat pengajian, justru lebih efektif. Jamaah sudah ada, waktunya sudah ada,” ujar Lina.
Dari Mejelis ke Mejelis : Membangun kesadaran di Akar Rumput
Dalam satu bulan terakhir saja, Lina telah menyambangi berbagai majelis di Tembobor Daya, Dasan Lekong, Dasan Tatar, hingga Sanggar Sari. Ia tidak hanya bicara soal agama, tapi juga isu nyata yang dihadapi masyarakat seperti stunting, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kematian bayi akibat perkawinan anak menjadi materi yang ia sampaikan ke jamaah pengajian.
Salah satu pengalaman yang paling membekas adalah ketika ia mendampingi kasus perkawinan anak yang berujung pada kematian bayi. Peristiwa ini menjadi titik balik yang membuatnya semakin giat berdakwah mengingatkan pentingnya menikah diusia matang.
“Saya tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Kita harus berani bicara, walau di tengah budaya yang kadang masih menganggap normal menikahkan anak di bawah usia 19 tahun,” ucapnya tegas.
Tantangan dan Tekad yang Tak Surut
Lina tidak menampik bahwa perjuangannya tidak selalu mulus. Ia pernah menghadapi stigma karena penampilannya yang bercadar, yang sering dikaitkan dengan fanatisme agama, terutama saat musim politik. Namun hal itu tak membuatnya mundur.
“Selama yang saya sampaikan adalah ilmu yang bermanfaat dan untuk kemaslahatan umat, saya akan terus berjalan,” katanya dengan semangat.
Dikenal ramah dan santun, Lina adalah potret nyata perempuan desa yang membawa perubahan besar lewat cara yang sederhana tapi berdampak. Melalui pendekatan dari hati ke hati, ia mengubah persepsi masyarakat tentang pernikahan, mendampingi para ibu agar lebih sadar terhadap hak anak, dan menanamkan harapan bahwa setiap anak berhak tumbuh dan bermimpi.
Di tengah tantangan sosial yang kompleks, Lina menunjukkan bahwa dakwah bisa hadir di ruang-ruang yang paling membumi. Dan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari majelis-majelis kecil di sudut desa, oleh seorang perempuan dengan tekad besar. (SN)