![]() |
Kantor Samsat Selong |
SELAPARANGNEWS.COM - Gerakan Advokasi Rakyat Indonesia (Geradin) Kabupaten Lombok Timur menyoroti tindakan Kepala UPTB-UPPB (Samsat) Selong yang diduga melakukan pemecatan pegawai non-ASN secara sepihak dan tidak prosedural. Pemecatan ini dinilai cacat administrasi dan melukai rasa keadilan tenaga honorer.
Anggota Geradin Lotim Zainuddin mengungkapkan bahwa seorang pegawai honorer yang bekerja di bawah naungan Bapenda NTB, tepatnya di Samsat Selong Lombok Timur, diberhentikan tanpa alasan yang jelas.
“Pemecatan dilakukan sepihak atas usulan Kepala UPTB-UPPB Selong kepada Bapenda NTB, tanpa adanya prosedur seperti teguran SP1, SP2, maupun SP3,” ucapnya lewat siaran tertulis kepada media ini. Kamis, (03/07/2025).
Padahal, lanjut Zainuddin, honorer tersebut tidak pernah melakukan pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana, serta tidak pernah menjalani pemeriksaan disiplin atau sidang kode etik.
Ironisnya, kata dia, pemberitahuan pemecatan baru diterima honorer tersebut setelah tujuh bulan berlalu, yakni pada 2 Januari 2025.
“Secara umum, prosedur pemecatan pegawai seharusnya diawali klarifikasi, pemeriksaan internal, hingga putusan yang jelas jika memang terbukti melakukan pelanggaran. Namun dalam kasus ini, tidak satupun tahapan itu dijalankan,” ujarnya.
Ia juga menduga pemecatan ini sarat kepentingan karena terindikasi untuk membuka ruang bagi orang baru.
“Ini tindakan yang tidak bermoral. Kepala UPTB-UPPB Selong patut diduga menggunakan jabatannya secara sewenang-wenang,” tambahnya.
Geradin Lotim menegaskan akan mengambil langkah tegas untuk mengadvokasi persoalan ini. Mereka juga memperingatkan kemungkinan munculnya persoalan baru yang akan menyeret sejumlah pihak untuk diperiksa lebih lanjut.
“Untuk itu kami berharap Bapak Gubernur NTB dapat memberikan atensi serius terhadap kondisi masyarakat yang merasa tertindas oleh oknum yang brutal menggunakan kekuasaan,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala UPTB-UPPB (Samsat) Selong Abdul Aziz menegaskan bahwa keputusan pemberhentian pegawai tersebut murni diambil oleh Bapenda NTB selaku pihak yang mengontrak pegawai tersebut, bukan keputusan sepihak Samsat Selong.
Ia menjelaskan bahwa pegawai tersebut merupakan agen lapangan Samsat yang bertugas menyampaikan surat pemberitahuan kepada masyarakat. Ada 14 orang agen yang bekerja dalam hal itu di Samsat Selong. Namun, kata dia, pada awal tahun 2024, pegawai ini mendadak mengalami stroke sehingga tidak bisa bekerja.
Pada tiga bulan pertama, sambung Abdul Aziz, pihak Samsat masih memberikan kelonggaran dengan menyampaikan ke Bapenda bahwa yang bersangkutan sakit biasa supaya tetap bisa mendapatkan gaji.
"Bahkan keluarganya sempat kami panggil untuk memastikan kondisinya dan kami minta dibuatkan surat keterangan sakit dari dokter, sebagai dasar pencairan gaji,” ungkapnya dikonfirmasi terpisah lewat telpon.
Memasuki bulan keempat, kondisi pegawai tersebut justru semakin memburuk. Namun di bulan kelima, kesehatan pegawai itu sedikit membaik, bahkan ia sempat datang ke kantor. Namun, waktu itu langkahnya terlihat masih belum stabil, seperti orang sempoyongan.
“Waktu itu kami sarankan fokus dulu menyembuhkan penyakitnya. Ini pekerjaan lapangan dengan mobilitas tinggi, harus benar-benar fit,” jelasnya.
Sayangnya, upaya untuk menjaga kondisi pegawai ini tidak bisa lagi ditutupi, karena pada akhirnya Bapenda mengetahui situasi yang sebenarnya. Dan lagipula, Ia kemungkinan tidak mampu menyampaikan laporan yang menjadi kewajibannya sehingga waktu itu Bapenda NTB memutuskan untuk melakukan pemberhentian.
Samsat Selong, kata Abdul Aziz, juga tidak berani melanjutkan pembayaran gaji lantaran khawatir menjadi temuan yang berujung persoalan hukum nantinya.
Aziz menegaskan, tidak ada surat peringatan (SP) yang diterbitkan sebelum pemberhentian karena kasus ini murni disebabkan oleh kondisi kesehatan, bukan pelanggaran disiplin.
“Yang bersangkutan memang tidak mau berhenti karena masih ingin bekerja. Kami maklum. Tapi kami juga berharap beliau lebih memperhatikan kesehatan,” ujarnya.
Ia menyayangkan langkah Geradin Lotim yang langsung melayangkan kritik tanpa lebih dulu mengkonfirmasi ke pihak Samsat, apalagi hal itu bakal diadukan langsung ke Gubernur NTB menurutnya merupakan tindakan yang terlalu berlebihan.
Ia berharap semua pihak dapat memahami duduk persoalan ini secara utuh, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Terlalu berlebihan saya kira, kenapa tidak datang langsung bertanya agar tahu duduk masalahnya," singkat Abdul Aziz sembari menegaskan bahwa pihaknya siap mempertanggungjawabkan hal itu lengkap dengan bukti-bukti pendukung yang dimiliki. (Yns)