Notification

×

Iklan

Iklan

Review Buku Pulang: Di Balik Peristiwa 1965 dan Pahitnya Perjalanan Sebagai Eksil Politik

Saturday, March 23, 2024 | March 23, 2024 WIB Last Updated 2024-03-23T11:19:22Z

Cover Depan Buku Pulang Karya Leila S. Chudori


Judul              : Pulang

Karya              : Leila S. Chudori

Tahun Terbit : 2012

Genre              : Fiksi Sejarah dan Politik

Harga Buku   : 120.000

Tebal Buku    : 470 Halaman 

ISBN 13           : 978-602-424-275-6

Penerbit         : Kepustakaan Populer Gramedia                                 (KPG)

Pereview        : Heni Ismayanti


PROFIL PENULIS

Leila Salikha Chudori adalah salah satu sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai penulis dan kritikus film. Ia menekuni dunia tulisan sejak masa kanak-kanaknya, dan mulai mengenalkan tulisan pertamanya sejak berusia 12 tahun di berbagai media. Leila S. Chudori lahir di Jakarta pada 12 Desember 1962, dan menempuh pendidikannya di Kanada, Trent University. Namanya mulai dikenal melaui berbagai karya-karyanya, seperti cerita pendek, novel, dan selaku penulis skenario drama di Televisi dan film. 


Pada tahun 2012, Leila meluncurkan novel pertamanya yang berjudul “Pulang” dan kini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia. Novel “Pulang” pernah memenangkan Prosa Terbaik Khatulistiwa Award pada tahun 2012, serta dinyatakan sebagai satu dari “75 Notable Translations of 2016 oleh Word Literature Today”.


SINOPSIS


Novel “Pulang” bercerita tentang Sejarah kelam yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965-1966 dimana terjadi peristiwa pelanggaran HAM terhadap kelompok yang dituduh sebagai anggota atau terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Novel ini juga menceritakan kehidupan para eksil politik pada pemerintahan orde baru sampai Jatuhnya kepemimpinan Suharto. 


Cerita ini dimulai pada tahun 1966, pada saat penangkapan salah satu tim Kantor Berita Nusantara yaitu Hananto Prawiro. Lalu cerita tersebut di lanjutkan dengan sudut pandang Dimas Suryo yang juga selaku tim Kantor Berita Nusantara yang menggantikan Hananto dalam menghadiri konferensi tahunan para pemimpin media pada International Organization of Journalists di Santiago, yang menyebabkan ia dan 3 sekawannya harus menjelajahi dunia Eropa dan dipaksa melupakan tanah airnya. 


Siapa yang menduga ternyata tempat yang awalnya hanya sebatas kunjungan pada akhirnya dijadikan tempat perlindungan dan melupakan kata pulang. Mengunjungi Paris tahun 1968, Dimas dipertemukan dengan Vivienne Deveraux salah satu mahasiswa yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis, dan bumbu cinta itu dimulai. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Vivienne dan melalui hubungan tersebut mereka dikaruniai seorang putri bernama Lintang Utara. 


Dimas dan tiga sekawannya Tjai, Risjaf, dan Nugroho mengalami manis pahitnya serta tekanan menjalani kehidupan selaku eksil politik di Prancis. Namun meskipun mereka hidup dalam persembunyian di Prancis, hal tersebut tak membuat mereka untuk lupa dengan tanah airnya. Empat sekawan tersebut tetap memantau kondisi Indonesia yang kian memanas. Dibalik itu semua melihat pahitnya keadaan sekawannya yang di buru, ditahan, disiksa, dan menghilang begitu saja di Indonesia tentu membuat mereka dikejar rasa bersalah. 


Sulitnya dunia kerja, membuat mereka membentuk sebuah restoran Indonesia di Paris, berbekal dari kemampuan Dimas mengolah bumbu khas Nusantara. Pada tahun 1998, Lintang Utara mendapatkan kesempatan memperoleh visa masuk Indonesia untuk menyelesaikan tugas akhirnya membuat video dokumenter pengalaman keluarga Eks Tapol atau korban tragedi 30 September. Kunjungan tersebut namun pada akhirnya memberikan Lintang suatu pengalaman besar, salah satunya menguak kisah masa lalu ayahnya dengan Surti Anandari, istri Hananto. 


Selain itu Lintang juga dipertemukan dengan Alam putra Hananto, dan Bimo putra Nugroho serta kawan-kawannya. Dari situlah Lintang dapat melihat langsung bagaimana gelap dan panasnya kondisi pemerintahan di Indonesia kala itu, dan bagaimana semua berkaitan dengan kehidupan ayah dan kawan-kawannya di Paris. Selain itu, Lintang, Alam dan kawan-kawannya menjadi saksi bagaimana runtuh dan jatuhnya kepemimpinan Suharto setelah 32 tahun menduduki tahta kepresidenan di Indonesia. 


REVIEW BUKU


Novel “Pulang” merupakan karya kedua yang saya baca dari Leila S. Chudori, setelah sebelumnya membaca novel “Laut Bercerita”. Karakter tulisannya yang tegas namun berwarna akan membawa kita terlena dan terkesima dengan cerita dan adegan yang coba dituangkannya. 


Melihat latar belakang penulis yang merupakan seorang Jurnalis tentu tidak heran ketika kita membaca setiap karya dari Leila akan segera menyadari bahwa buku tersebut dikemas melalui riset yang dalam dan tajam, serta bagaimana setiap adegan dikemas dengan begitu rapi. 


Cerita ini akan membawa kita kembali mengingat kisah kelam di balik pemerintahan Indonesia, dan bagaimana memanasnya kejadian Mei 1998 yang menjadi tonggak reformasi. Leila membawakan cerita ini dengan sederhana namun penuh dengan rasa emosi pada setiap cerita atau adegan yang dituangkannya. 


Runtutan cerita sejarah dan romantisme yang apik membuat kita bisa melihat kilas balik kondisi pada masa itu, sekaligus menikmati cerita romansa yang coba dituangkan oleh Leila pada ceritanya. Setiap sudut pandang tokoh akan membawa kita pada setiap alur ceritanya yang saling berkaitan. 


Bagian yang paling menarik dari cerita ini menurut saya adalah dari sudut pandang Dimas Suryo dan Lintang Utara. Dua karakter sedarah dalam cerita ini memiliki karakter yang begitu kuat, karakter yang dibuat begitu cerdas. Bagaimana Dimas yang begitu cinta tanah airnya, dan bagaimana Lintang yang begitu ingin mengenal tanah air yang tidak pernah ia tahu bentuk dan rasanya karena terhalang atas latar belakang bapaknya selaku eksil politik. 


Cerita ini sangat saya rekomendasikan untuk kita kembali mengenang sejarah negara kita yang dimana ternyata didalamnya begitu banyak hal yang coba untuk ditutupi. Selain itu, buku ini juga memiliki banyak hal sehingga kita dapat menilik bagaimana proses dibalik tumbuhnya negara yang kita tinggali sekarang ini.


Namun dibalik cerita yang dikemas penulis dengan begitu rapi dan menarik, terdapat hal yang cukup mengganggu menurut pandangan saya selaku pembaca. Novel ini akan kurang layak jika dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Ada beberapa adegan yang diceritakan begitu terbuka seperti beberapa adegan seks dan bagaimana adegan tersebut dilakukan diluar ikatan pernikahan, yang menurut saya tidak cocok untuk kalangan anak-anak. 


Tapi dibalik kekurangan yang terdapat dalam novel “Pulang” karya Leila S. Chudori, tentu tidak membuat kita tidak menjadikan buku tersebut sebagai salah satu list bacaan yang begitu menarik. Karena dibalik itu semua, novel ini benar-benar akan memberikan kita banyak pengetahuan tentang kehidupan para eksil politik, melihat bagaimana penulis yang langsung turun melakukan pertemuan dan wawancara dengan beberapa eksil politik di Paris dan di Jakarta. Sehingga kita dapat melihat bagaimana nyata, rumit, dan kerasnya kehidupan para eksil politik pada masa tersebut. [ ]

×
Berita Terbaru Update