Notification

×

Iklan

Iklan

Komisi IV Sesalkan Pemkab Lotim Tak Libatkan Dewan Bangun RTP, Begini Kata Sekda

Sunday, May 23, 2021 | May 23, 2021 WIB Last Updated 2021-05-23T14:22:59Z

Foto: Ketua Komisi IV DPRD Lombok Timur, H.L. Hasan Rahman (kanan), Sekretaris Daerah, H.M. Juaini Taopik (kiri) 

 

Lombok Timur, Selaparangnews.com - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyesalkan rencana pembangunan Ruang Terbuka Publik (RTP) oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur di Eks Pertokoan Pasar Pancor yang digusur belum lama ini tanpa melibatkan dewan dalam perencanaannya.


Ketua Komisi IV DPRD Lotim, H. Lalu Hasan Rahman mengatakan, pada dasarnya rencana pembangunan RTP tersebut sangat bagus. Namun, kata dia, alangkah lebih baiknya jika hal itu dikoordinasikan dulu dengan DPRD agar pembangunan tersebut bisa berjalan dengan baik.


Jika Pemkab Lotim mengkoordinasikan rencana pembangunan itu dengan DPRD, seperti bagaimana konsep tata ruang dan sumber penganggarannya, maka DPRD  sedikit banyak akan bisa membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat dan para pedagang yang ada di sana, terutama bagi anggota DPRD yang ada di Dapil 1 bisa membantu Pemkab untuk mensosialisasikannya ke masyarakat.


Kendati Ia sempat mendengar bahwa sumber anggaran pembangunan RTP itu berasal dari Pemerintah Provinsi, tetapi Hasan Rahman  tetap menyayangkan tidak adanya pemberitahuan secara jelas kepada DPRD terkait rencana pembangunan tersebut.


Dia khawatir kalau nanti ujung-ujungnya Lombok Timur akan terbebani juga dengan rencana pembangunan RTP tersebut. Apalagi 48  pemilik toko yang digusur itu mendesak pemerintah untuk membayar biaya ganti rugi sebesar RP. 100 Juta untuk masing-masing orang.


"Setahu saya gambarnya itu memang tidak pernah ada di DPRD, saya tahu dari media massa dan media sosial bahwa gambar tersebut, termasuk anggarannya, semuanya berasal dari Pemerintah Provinsi, kita hanya kedapatan tanahnya saja," ujarnya kemarin.  Sabtu, 22/05/2021.


Saat ini, sambungnya, masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. Pemerintah daerah mengklaim bahwa dari 48 pedagang hanya dua yang masih memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) di sana.


"Meskipun Pemerintah mengaku sudah menyelesaikan dua pedagang itu, tapi bagaimana dengan pedagang lain, tentu tidak serta-merta bisa menerimanya," kata dia.


Hasan Rahman menegaskan bahwa dampak sosial ekonomi dari para pedagang dan pemilik pertokoan yang digusur tersebut  juga harus dipikirkan karena berkaitan dengan mata pencaharian mereka.


"Harusnya itu juga dipikirkan secara matang semua begitu, sehingga nanti kita tidak hanya bicara soal keindahan kita saja melainkan juga bagaimana menanggulangi dampak sosial ekonomi pasca penggusuran tersebut" imbuhnya.


Dikonfirmasi terpisah terkait hal itu  pada Minggu, 23 Mei 2021, Sekretaris Daerah Lombok Timur, H.M. Juaini Taopik mengatakan bahwa Pemkab tidak melibatkan DPRD dalam rencana pembangunan RTP tersebut karena itu merupakan program Pemerintah Provinsi, bukan program pemerintah Kabupaten.


"RTP sumber pembiayaannya dari Program KOTAKU, dari Balai Prasarana Permukiman Wilayah NTB," jawabnya saat ditanya pertimbangan Pemkab Lotim tak libatkan DPRD dalam rencana pembangunan RTP tersebut.


Lain halnya jika proses pembangunan itu merupakan program pemerintah Kabupaten maka pasti dikoordinasikan dengan DPRD. "Nanti kalau misalnya kita ingin menyempurnakan pembangunan itu, pasti dia muncul di RAPBD 2022," imbuhnya seraya mengatakan bahwa kalau konsepnya demikian maka pasti Pemkab akan laporkan pada DPRD.


Terkait kemungkinan penggunaan dana APBD untuk menanggulangi biaya ganti rugi pada pemilik toko yang digusur itu, Sekda mengatakan bahwa Pemkab Akan tetap berpegang pada aturan bahwa tidak mungkin pemerintah membayar ganti rugi pada tanah milik pemda sendiri.


Perlu diketahui, lanjutnya, dari 48 pertokoan yang ada di sana, ada 46 yang sudah berakhir masa sewanya yakni pada tahun 2013 lalu.


Memang, kata Sekda, ada dua toko  yang berakhir tahun 2023, tapi terhadap yang dua itu sudah diselesaikan, yang satu dengan cara menyiapkannya tempat baru di kompleks PTC, sementara yang satunya lagi hak sewanya diganti.


"Ini bukan soal jumlahnya berapa, melainkan soal pelaksanaan aturan, aturan tida membolehkan kita bayar ganti rugi terhadap HGB yang sudah habis, Coba nanti dicek di PP 40 kalau tidak salah, tidak mungkin kita mengganti rugi barang kita sendiri, kata kuncinya di sana," tegasnya.


Seandainya, lanjut Sekda, aturan membolehkan untuk membayar ganti rugi tentu akan dibayar, tetapi aturan justru tidak membolehkan hal itu. "Pak Bupati kan sudah menjelaskan ini tidak tergantung pada salah-benar, tetapi itu tergantung aturannya," kata Sekda sembari menegaskan andai aturan mengganti rugi dibenarkan maka pasti akan diganti.


Saat ditanya solusi terhadap keluhan para pedagang pertokoan di pasar Pancor yang mengadu ke Dewan belum lama ini, di mana mereka tetap ngotot meminta ganti rugi, Sekda mengatakan bahwa Pemkab tetap berpegang pada aturan tersebut.


Ia menganggap keluhan tersebut sebagai aspirasi dari para pedagang. Dan terhadap aspirasi itu, kata Sekda, sudah diberikan tali asih sebelum dilakukan penggusuran.


"Kita sudah konsultasi ke mana-mana, tetap tidak diperkenankan untuk membayar ganti rugi itu, tetapi terhadap aspirasi pedagang itu sudah kita akomodir saat itu biar bisa dimanfaatkan di bulan puasa dan untuk lebaran," jelasnya sembari mengatakan bahwa saat Ia memimpin hearing di Bakesbangpoldagri pada bulan puasa itu, sudah ada kesepakatan soal pembongkaran tersebut sehingga pemkab langsung melakukan pembongkaran pada H +3 lebaran. (yns)


×
Berita Terbaru Update