Notification

×

Iklan

Iklan

Fraud Yang Mengakar Biang Kerok BPR Merugi

Tuesday, July 27, 2021 | July 27, 2021 WIB Last Updated 2021-07-27T06:42:26Z

Ilustrasi

 

Opini - Baru-baru ini mencuat adanya Kredit Fiktif yang terjadi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB Cabang Aikmel, yang menurut Kejaksaan Lombok Timur dalam rilis media Nusrapost.com, hal tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai  1 Miliar Rupiah.


Mungkin sebagian kita bertanya, mengapa hal tersebut bisa terjadi, padahal Lembaga Keuangan memiliki sistem yang sangat canggih dan otomatis, jikapun Kredit fiktif itu ada, siapa saja yang terlibat, dan mungkinkah Negara ini dirugikan lagi oleh penghuninya sendiri?


Pertanyaan-pertanyaan kampungan inilah yang mendorong saya menulis opini sederhana ini sebagai ruang untuk memberikan informasi dan edukasi bagi kita semua yang terkadang tidak respek terhadap isu-isu ekonomi.


Kenapa harus respek? pada point ini saya jawab bahwa BPR ini juga merupakan BUMD dan Pemda Lotim masuk sebagai pemilik saham. Maka sangat disayangkan jika BUMD kita terus menunjukkan hal-hal buruk.


Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan kampungan itu, saya ingin menguraikan sedikit apa yang saya fahami mengenai kejahatan pada Lembaga Keuangan Bank maupun Non Bank.


Kredit Fiktif pada BPR cabang Aikmel masuk kategori Fraud. Istilah Fraud cukup familiar di dunia perbankan. Fraud merupakan kecurangan, kejahatan dalam pengelolaan keuangan. Biasanya, fraud dilakukan oleh Pegawai, managemen, pihak ketiga, bahkan bisa kolaborasi antar semua elemen.


Untuk mengetahui sebuah kasus itu Fraud atau tahap error, neglience atau kelalaian, pelanggaran etika, atau pelanggaran komitmen pelayanan, maka penting dipahami unsur dalam fraud itu sendiri. 


Di antaranya itu bisa berupa suatu laporan, data atau informasi, ataupun bukti transaksi yang salah atau menyesatkan Melanggar peraturan, standar, ketentuan atau SOP (Standar Operasional Prosedur). 


Selain itu juga bisa berbentuk penyalahgunaan atau pemanfaatan kedudukan, pekerjaan, dan jabatan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Meliputi masa lampau atau sekarang karena perhitungan kerugian yang diderita korban umumnya dihubungkan dengan perbuatan yang sudah dan sedang terjadi. Terbukti secara objektif dengan adanya fakta bahwa seseorang itu melakukan kecurangan. Sengaja melakukan kecurangan Adanya pihak yang merasa dirugikan.

Adapun jika dilihat klasifikasi fraud, ia terdiri dari Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation), Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement), Korupsi (Corruption). 


Semua itu akan coba kita bahas di lain kesempatan. Sekarang kita fokus pada kasus di BPR Cabang Aikmel. 


Apa yang terjadi pada PD BPR Kantor Cabang Aikmel ini bukanlah perkara baru. Sebab beberapa tahun lalu PD BPR juga mengalami hal yang sama dengan segementasi isu fraud yang berbeda dan oknum yang berbeda, di mana kasus itu juga diduga melibatkan petinggi PD BPR NTB sendiri dan Oknum Pejabat di NTB.



Artinya, ada sesuatu yang tidak beres di internal PD BPR tersebut. Tidak beres atau sengaja tidak dibereskan ini beda tipis, bisa saja PD BPR ini sengaja didesain seperti adanya saat ini, agar oknum pejabat dan jajaran direksinya bisa memainkan Dana yang ada di PD BPR itu sendiri.


Kalaupun tidak demikian, maka patut kita curigai peran pengawasan pada Lembaga Keuangan tersebut, bahkan tim audit internal maupun eksternal harus dipertegas fungsinya selama ini, sejauh mana mereka melakukan pengawasan sehingga baru saat ini ditemukan kecurangan pada PD BPR KC Aikmel. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka jelas akan merugikan Provinsi dan Daerah sebagai Pemilik saham. 


Bayangkan, jika 1 kantor cabang di rugikan 1 M, kalau ada 10 Kantor Cabang di tiap Kabupaten, dan semuanya mengalami hal yang sama, sudah berapa uang Negara yang hilang oleh keserakahan dan ketamakan oknum-oknum yang melakukan penyelewengan.


Terkait Fraud pada PD BPR Aikmel ini, secara pribadi saya meminta kejaksaan serius melakukan penyidikan pada kasus tersebut, bahkan saya menduga kerugian Negara itu tidak Rp. 1 M, bisa saja lebih jika dilihat dari beberapa kasus kredit fiktif di daerah lain.


Selain itu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur juga harus bertanggung jawab atas kasus tersebut, sebab mereka juga bagian dari pemilik saham, jika dibiarkan begitu saja, sama halnya pemerintah sedang menggali liang lahatnya sendiri.


Sekali lagi dalam tulisan ini saya tegaskan, kasus PD BPR NTB KC Aikmel sudah masuk tahap penyidikan Kejaksaan Negeri Selong, maka kita semua harus mendukung hal itu, dan kepada Kejaksaan jangan ada yang ditutup-tutupi, agar masyarakat sadar bahwa di Negara hukum ini, hukumlah yang menjadi panglima tertinggi, tidak ada keistimewaan bagi siapapun yang melanggar hukum. (SN)


Penulis: 
Suriadi, S.Sy., ME.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) Lombok Timur

×
Berita Terbaru Update