Notification

×

Iklan

Iklan

Konsekuensi Hukum Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)

Saturday, October 28, 2023 | October 28, 2023 WIB Last Updated 2023-10-28T01:41:41Z

Deni Rahman, S.H., Wakil Dewan Pembina Peradi S.A.I Lombok Timur Raya

OPINI - Buntut permasalahan atas diputusnya Batas Usia Capres dan Cawapres oleh MK (Mahakamah Konstitusi) dalam perkara Permohonan No. 90/PUU-XXI/2023 terus berlanjut, yang saat ini menyasar dilaporkannya Hakim yang memeriksa dan mengadili Permohonan Dimaksud ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam hal ini adalah Anwar Usman dan hakim-hakim lainya  karena Anwar Usman diduga tidak seharusnya menjadi hakim pengadil dalam permohonan tersebut karena ada hubungannya secara tidak langsung dengan kedudukannya sebagai Ipar Presiden dan Paman dari Gibran Sang Bakal Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto yang dijadikan sampling dalam permohonan itu.


Yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana Konsekuensi hukum atas putusan yang telah diputus oleh Hakim Mahkamah Konstitusi semisal Hakim dalam konteks ini Anwar Usman dinyatakan Melanggar Kode Etik, apakah putusan permohonan tersebut dapat dibatalkan oleh Majalis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKKM) atau malah batal dengan sendirinya. 

Untuk menjawab ini tentunya kita perlu menyajikan apa saja bentuk putusan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 1TAHUN 2023 TENTANG
MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI.

Dalam rumusan Pasal 41 bentuk Sanksi dalam Putusan MKMK berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; atau
c. Pemberhentian tidak dengan hormat

Adapun mekanisme Eksekusi Putusan MKMK diatur dalam beberapa rumusan Pasal yakni 
42, 43, 44, 45, 46, 47 dan 48.

Adapun rumusannya sebagai berikut: 

Rumusan Pasal 42 yakni:

Teguran lisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41huruf a, disampaikan secara langsung dengan cara mengundang Hakim Terlapor
dan Pelapor atau Hakim Terduga.

Rumusan Pasal 43 yakni Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b, disampaikan kepada Hakim Terlapor dengan tembusan kepada Hakim lainnya dan disampaikan kepada Pelapor atau Kuasanya Atau Hakim Terduga.

Rumusan Pasal 44 yakni:

(1). Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41huruf c, Hakim Terlapor wajib diberi kesempatan untuk membela diri.
(2). Pemberian kesempatan 
untuk membela diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan 
dihadapan sidang Majelis Kehormatan Banding dengan 
komposisi anggota Majelis Kehormatan yang berbeda
dengan sidang sebelumnya. 
(3). Pengaturan lebih lanjut tentang Majelis Kehormatan Banding diatur tersendiri dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi.

Rumusan Pasal 45 yakni:

Dalam hal Hakim Terlapor Atau 
Hakim Terduga Tidak terbukti melakukan pelanggaran, Majelis Kehormatan menyatakan:
a. Hakim Terlapor Atau Hakim Terduga Tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi;
b. Memulihkan nama baik Hakim Terlapor atau Hakim Terduga.

Rumusan Pasal 46:

Dalam hal Hakim Terlapor Atau Hakim Terduga, menurut Majelis Kehormatan,terbukti melakukan pelanggaran ringan, Majelis Kehormatan menyatakan:
a. Hakim Terlapor Terbukti melakukan Pelanggaran ringan;
b. Hakim Terlapor dijatuhi sanksi teguran lisan atau teguran tertulis.

Rumusan Pasal 47 yakni:

Dalam hal Hakim Terlapor Atau
Hakim Terduga, menurut Majelis Kehormatan, terbukti melakukan pelanggaran berat, Majelis Kehormatan menyatakan:
a. Hakim Terlapor Terbukti melakukan pelanggaran berat;
b. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.

Rumusan Pasal 48 yakni:

(1). Majelis Kehormatan menyampaikan Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 kepada Mahkamah.
(2). Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Sekretariat Majelis Kehormatan menginput ke Dalam Sistem Informasi Manajemen Penanganan Laporan Atau Temuan
(SIMPLT).

Memperhatikan rumusan Pasal 41 Peraturan MKMK tersebut, bentuk Sanksi dalam Putusan MKMK hanya berupa yakni:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; atau
c. Pemberhentian tidak dengan hormat, dapat disimpulkan bahwa MKMK hanya memiliki kewenangan menjatuhkan putusan berupa sanksi kepada subyek pribadi Hakimnya yang terbukti melanggar kode etik sebagaimana saksi yang dimaksud dalam pasal 41 tersebut dan MKMK tidak memiliki kewenangan sama sekali menyentuh pada wilayah substansi material putusan. 

Sehingga kedudukan Putusan MKMK berupa sanksi beratpun yakni berupa pemberhentian atas Hakim Mahkamah Konstitusi tidak dapat membatalkan isi putusan dan dengan itu Putusan Hakim Yang bersangkutan Masih berlaku sebagai norma atau hukum yang mengikat sebelum ada Norma Baru diadakan sebagai bagian dari rekontruksi norma putusan tersebut (Res Judicata Pro Veritate Habetur).

Lantas Lembaga Negara mana yang kemudian berhak melakukan Eksaminasi untuk kemudian melakukan Rekonstruksi Norma atas putusan Mahkamah Konstitusi jika Salah Satu atau lebih Hakimnya dijatuhkan Sanksi atas pelanggaran Kode Etik, secara regulasi yang ada sekarang, jelas tidak ada aturan secara tegas dalam undang-undang yang mengatur lembaga mana yang diberikan kewenangan untuk itu, namun setidak-tidaknya pengembalian norma dapat diambil alih oleh lembaga pembentuk Undang-undang. 

Jika kasusnya demikian, dalam hal ini Pemerintah bersama-sama DPR (Positif Legislation) dengan berbasis pada Novum Putusan MKMK tersebut ( Legislatif Review) dan jika atas hasil pengembalian norma dan rakyat masih merasa bertentangan dengan UUD, maka kemudian dapat diuji kembali ke MK, dengan begitu tidak ada kekosongan mekanisme Rekonstruksi Norma. []
×
Berita Terbaru Update