Notification

×

Iklan

Iklan

Etika, Putusan Etik dan Peristiwa Etika: Sebuah Refleksi Singkat

Friday, March 1, 2024 | March 01, 2024 WIB Last Updated 2024-03-01T12:59:27Z

Penulis: Yogi Setiawan | Mahasiswa Hukum Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Pancor

OPINI - Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2024 menjadi babak baru dalam proses demokrasi tanah air Republik Indonesia, sebab kali ini agaknya bukan saja tentang siapa menang dan kalah dalam lapangan perhelatan lima (5) tahunan tersebut, lebih dari itu pemilu kali ini memperlihatkan kita dengan jelas diferensiasi orientasi politik para pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertanding, ada yang dengan tegas akan meneruskan program pemerintah yang sedang berkuasa, ada yang berjudul perbaikan dan percepatan, dan yang paling bombastis adalah ada yang datang dengan wacana perubahan.

Dalam prosesnya, kita juga di perlihatkan beragam intrik-intrik politik yang boleh dikatakan punya tafsir yang kompleks.  Sebut saja soal etika, spesifiknya terkait putusan MK yang dianggap memberikan angin segar bagi salah satu kubu yang berujung pada terjadinya duet Prabowo-Gibran. Putusan MK yang berupa Penambahan norma itu memang tidak secara spesifik mengatakan “Gibran” Bisa mencalonkan diri sebagai peserta pemilu presiden-wakil presiden.

Hanya saja, realitas politik pada saat proses Putusan itu akan dan ketika diketuk hingga sampai hari ini, Gibran menjadi orang yang paling di untungkan sebab mempunyai relasi langsung dengan kekuasaan. Tidak sembarang relasi, Presiden adalah ayah dari gibran sendiri, dan yang tidak mungkin di lupakan oleh publik, Bahwa Ketua MK yang mengetuk putusan yang sarat kontroversi itu adalah merupakan paman gibran. 


Tulisan ini tidak ada tendensi apapun selain ingin mengulas dengan tujuan edukasi soal peristiwa politik yang belakangan ini terjadi. Kaitannya dengan Etika tadi, Putusan MKMK yang di komandoi oleh Jimly Assidiq telah ‘melegitimasi’ asumsi dan argumentasi publik, bahwa dalam Putusan MKMK, Anwar Usman Selaku Ketua MK telah di nyatakan melakukan pelanggaran berat karna terbukti membuka peluang intervensi dari pihak luar, Termasuk mengadili perkara yang keluarganya sendiri adalah salah satu pihak terkait, itu menjadi ‘aturan main’ yang juga turut ditabrak.


Namun Apakah Etika dan Peristiwa Etika Hanya Soal Putusan MK dan MKMK? Perlu di ingat kembali bahwa Ini adalah kontestasi politik, sehingga menurut pandangan penulis tidak akan cukup kalau kemudian hanya sekedar di pandang dari kacamata hukum semata, apalagi Ketika di letakkan di lapangan politik tanah air hari ini bersama karakteristiknya, yang di akhir tulisan akan coba penulis sebutkan, Etika Menjadi Hal yang punya makna dan tafsir yang kompleks. Mari Kita Coba Ulas. 


Anis Baswedan Misalnya, Calon Presiden yang sangat Frontal menyuarakan etika dalam sejumlah diskursus publik yang dibesutnya, ketika kita tilik langkah-langkah politik yang ia dan atau Koalisinya lakukan, Sebut saja batalnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pendamping mantan Gubernur DKI Jakarta itu, juga menurut hemat penulis adalah hal yang erat kaitannya dengan etika, sebab fakta politiknya pada saat itu adalah bahwa partai demokrat merupakan bagian dari koalisi perubahan, lebih-lebih juga partai demokrat adalah partai oposisi pemerintah, sehingga kalkulasi rasionalnya adalah Duet Anies-AHY merupakan penjelmaan paling ‘ideal’ dari Wacana Perubahan.


Namun, keadaan seketika berubah, Partai Nasdem Melalui Ketua Umumnya Surya Paloh memilih untuk melakukan manuver ‘kilat’ dengan bertemu Muhaimin Iskandar, yang notabenenya saat itu adalah masih menjadi bagian dari koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto dan juga masih merupakan bagian dari kekuasaan rezim saat ini.


Tidak membutuhkan Waktu lama, Keputusan pun di buat, Anies-Muhaimin di final kan melalui serangkaian kesepakatan dan AHY menjadi pihak yang ‘meradang’, Bahkan beberapa Elit demokrat mengatakan bahwa manuver yang di lalukan oleh Nasdem tersebut adalah keputusan atau gerakan sepihak, maka dengan kejadian itu, penulis berpandangan bahwa dinamika tersebut juga berkaitan erat dengan ‘Etika’.


Tidak Membutuhkan Waktu yang lama pula, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun mengambil sikap dengan mendukung Pasangan Anies-Muhaimin, sebab menurut hemat penulis dalam konteks PKS adalah lebih pada kurangnya alternatif yang ‘memungkinkan’ dari aspek ideologis, PKS barangkali telah identik dengan Anies Baswedan, sebab dalam peristiwa-peristiwa politik beberapa tahun terakhir, Anies dan PKS sendiri sering kali diasosiasikan dengan Gerakan Politik ‘Sayap Kanan’ dan kerap juga ditendensikan dengan ‘Politik Identitas’.


Akhirnya Presidential Treshold 20% terpenuhi, Anies-Muhaimin Melaju, Namun menyisakan riak-riak politik yang sarat akan kalkulasi pragmatis, Rocky Gerung Menyebutnya begitu. Akankan Kita Tidak melihat hal ini adalah juga sebagai peristiwa Etika? Mari di pikirkan kembali.


Di Kubu Perbaikan Dan Percepatan (Sat-Set) Ganjar -Mahfud juga tidak jarang mempersoalkan etika, Namun yang menarik dari Koalisi yang ‘Masteri’ oleh Megawati ini adalah Bahwa Gibran Rakabuming merupakan kader dari PDI Perjuangan Namun juga terdaftar sebagai Cawapres Prabowo Subianto yang notabenenya adalah Kompetitor dari PDIP itu sendiri.


Pertanyaannya, Akankah PDIP Konsekuen dengan Pendiriannya, Sebut saja ketika Tidak memenangkan Pemilihan Presiden-Wakil presiden Kali ini, Apakah PDI Perjuangan akan tegas memposisikan diri sebagai oposisi mengingat rekam jejak partai berlogo banteng itu pernah berada di luar pemerintahan SBY Selama Sepuluh tahun penuh? Sebab perlu di ingat, setidaknya sampai tulisan ini di buat, Gibran Rakabuming Belum di Berhentikan sebagai Anggota Partai.


Kita lihat saja kelanjutannya, sebab apa pun keputusan PDI Perjuangan pasca Perhelatan, adalah juga akan erat kaitannya dengan Etika, adalah juga merupakan peristiwa etika.


Akhirnya, Seperti dikata di awal, dengan Kompleksitas Dinamika Politik yang terjadi, Etika menurut hemat penulis telah mengalami beragam pemaknaan dan tafsir, yang tidak lain adalah tafsir politis.


Maka kiranya, Tidak ada yang perlu di sanjung dan di hujat secara berlebihan, sebab masing-masing pasangan calon atau Para pemimpin koalisi pengusung pasangan calon jika berdasar peristiwa politik akhir-akhir ini adalah mempunyai kekurangan-kekurangan tersendiri ketika berbicara soal etika,.

Karakteristik atau corak politik Indonesia yang faktanya hari ini cenderung transaksional-pragmatik adalah soal yang sebenarnya tidak kalah serius, karna lagi-lagi hubungannya pun langsung dengan etika. 

Singkatnya, Ketika tradisi transaksional-pragmatik ini terus saja di rawat sampai di masa mendatang, Etika barangkali hanya menjadi sekadar alat hegemoni politik elektoral. [ ]

×
Berita Terbaru Update