![]() |
OPINI - Beberapa hari lalu muncul sebuah tulisan dengan judul : Baznas dan Interkoneksi Kebijakan Antar Pemangku Kepentingan. Tersebar di beberapa kanal media online. Tulisan tersebut mengajak Baznas dan semua pemangku kepentingan untuk bersinergi mengelola kebijakan dalam rangka menghadirkan kualitas hidup ummat dan penanganan kemiskinan. Cukup menggelitik.
Penulis tertarik untuk melanjutkan catatan tersebut sebagai ikhtiar dan tanggungjawab moral sebagai rakyat. Tapi dari aspek lain: Profesionalitas sumberdaya manusia pengelolanya guna menjaga martabat lembaga agar tetap profesional, transparan dan akuntabel.
Pada dasarnya keberadaan Baznas dihadirkan sebagai lembaga penghimpun dana zakat, infaq dan sedekah dari para muzakki adalah dalam rangka mewujudkan tujuan negara menghadirkan kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi rakyat. Baznas sendiri di bentuk berdasarkan Undang-undang no 23 tahun 2011.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, potensi sumber pendanaan dari ummat sangat besar dan dapat menjadi instrumen membangun kepentingan negara dan konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Tujuan dibentuknya Baznas tidak lain secara bersama-bersama dengan organ negara lainnya dalam hal ini pemerintah di semua level dan tingkatan menghadirkan keadilan ekonomi dan kemakmuran sebagaimana spirit dari amanat konstitusi.
Potensi zakat sebagai instrumen peningkatan kualitas hidup ummat sangat berpeluang menghadirkan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Sebagaimana bunyi konsideran menimbang undang-undang no 23 tahun 2011 point c " bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat" adalah filosofi dari dibentuknya badan zakat nasional. (UU 23/2011)
Demikian Baznas dapat memberi kontribusi besar terhadap upaya menjaga ekonomi ummat melalui program yang dikelola dan distribusikan kepada masyarakat. Artinya program Baznas sangat mungkin dikoneksikan dengan kebijakan pemerintah dimasing-masing level pemerintahan, baik pusat sampai kabupaten/kota.
Bahkan jika membaca regulasi yang ada keberadaan Baznas tidak terlepas dari political will kepala daerah. Walaupun secara struktural kelembagaan Baznas horizontal ke pusat. Namun, pada aspek teknis kebijakan tidak sepenuhnya "jakarta centris", masing-masing tingkatan dapat membuat inovasi sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
Pada konteks itu kolaborasi antar pemangku kebijakan dapat saling mengisi guna mencapai tujuan pembangunan daerah. Melakukan sinkronisasi kebijakan demi kepentingan bersama untuk kesejahteraan rakyat.
Menjadi problem kemudian ketika institusi ummat di kelola dengan manajemen "warung kopi" karena organisasi modern seperti Baznas membutuhkan sumberdaya manusia profesional yang berintegritas, transparan dan akuntabel.
Figur Profesional
Guna menjamin pengelolaan sumberdaya yang dimiliki, Baznas harus di kelola figur-figur profesional dengan kompetensi yang sudah diuji serta tersertifikasi lembaga diklat Baznas RI. Sederhananya calon pimpinan atau siapapun yang bekerja di dalam lembaga Baznas adalah figur-figur terbaik dengan rekam jejak keahlian di bidangnya sebagaimana diatur dalam peraturan Baznas no 2 tahun 2018 tentang sertifikasi amil zakat.
Pada prinsipnya lembaga Baznas memastikan sumberdaya manusia pengelolanya merupakan profil individu-individu yang memahami kelembagaan Baznas, regulasi, tugas fungsi, dan paling terpenting kompetensi keilmuan dan relasi komunikasi dengan berbagai pihak dan stakeholder selain itu juga memiliki sertifikasi keahlian.
Dengan demikian apabila kelembagaan Baznas dapat diisi figur-figur profesional tentu akan menghasilkan produk kebijakan yang dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Bahkan juga dapat menjadi mitra strategis pemerintah merealisasikan agenda-agenda prioritas pembangunan.
Pun jika tidak bisa diisi figur profesional sepenuhnya, setidaknya untuk satu atau dua figur dapat diberikan ruang mengisi jabatan pimpinan tinggi. Sebab keberadaan figur profesional akan menjadi penyeimbang ketika kebijakan lebih kental dengan nuansa politik. Figur-figur profesional akan menjadi legitimasi rasional atas setiap kebijakan yang diputuskan.
Sumberdaya manusia profesional yang mengisi pengelola Baznas akan membawa lembaga tersebut berprestasi. Lebih dari itu juga memberikan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat. Akan ada banyak masyarakat terdampak bila kebijakan dilahirkan dari keputusan profesional. Orang tua jompo. Janda. Anak yatim. Pedagang bakulan. Pedagang kaki lima. Semuanya kategori mustahik yang layak dibantu menggunakan dana zakat, infaq dan sedekah para muzakki.
Fenomena kemiskinan yang dialami masyarakat tidak bisa mengandalkan kebijakan pemerintah semata. Semua pemangku kebijakan harus bersatu bekerja sama gotong royong mengentaskan kemiskinan. Dan itu harus di mulai dari kebijakan yang bersinergi dan dikelola secara profesional.
Di titik itu keberadaan Baznas sebagai lembaga penghimpun dana ummat memiliki peran strategis di bawah figur-figur profesional dan tersertifikasi.
Sebagai penutup saya ingin mengutip ungkapan dari Ato Ahayato dari judul buku: Bukan Alam yang Membesarkan Bangsa, Tapi Jiwa Rakyatnya. "Negara besar bukan karena kekayaan alamnya, tapi rakyatnya bekerja dengan nilai, berfikir dengan visi dan bertindak dengan integritas." [ ]
Penulis: Dr. Sumerah., MH | Dosen Hukum Universitas Bumi Gora