![]() |
Tradisi Ngayu-Ayu Sembalun |
SELAPARANGNEWS.COM - Bupati Lombok Timur H. Haerul Warisin menegaskan pentingnya pelestarian budaya lokal sebagai bagian dari identitas dan kearifan masyarakat. Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara puncak tradisi Ngayu Ayu di Desa Sembalun, Jumat (18/07/2025). Ia berharap generasi muda tidak hanya hadir sebagai peserta, tetapi juga menjadi pelestari dan penggerak tradisi di masa mendatang.
"Ngayu Ayu bukan hanya tradisi budaya, tetapi juga berisi tuntunan, doa, dan harapan. Ini harus terus diwariskan," ujar Bupati dalam sambutannya.
Bupati juga mengungkapkan bahwa tradisi tersebut mencerminkan hubungan masyarakat Sembalun dengan alam sekitarnya. Ia menilai, keharmonisan tersebut menjadi salah satu alasan tidak adanya penduduk Sembalun yang masuk dalam kategori miskin. Ngayu Ayu dinilainya sebagai warisan budaya yang tidak hanya sakral tetapi juga memiliki nilai sosial dan spiritual tinggi.
“Atas nama Pemerintah dan masyarakat Lombok Timur, saya menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang hadir, termasuk Gubernur NTB, para raja dan ratu, serta masyarakat adat dari berbagai daerah di Indonesia yang ikut menjaga kekhidmatan acara ini,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur NTB H. Lalu Muhammad Iqbal yang turut hadir bersama Ketua TP PKK NTB menyebut Ngayu Ayu sebagai ungkapan syukur atas kemakmuran serta bentuk penghormatan terhadap Gunung Rinjani. Ia berharap tradisi ini dapat terus dilestarikan sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam.
Tradisi Ngayu Ayu dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Rangkaian ritual dimulai dengan pengambilan air dari 13 mata air oleh pemangku adat, yang kemudian dikumpulkan di Berugak Desa Sembalun Bumbung. Ritual dilanjutkan dengan pembacaan lontar oleh pujangga Sasak dan sesampang (pemberitahuan) kepada leluhur dan penguasa alam.
Kegiatan berlanjut dengan penyembelihan kerbau, yang kepalanya dikuburkan sebagai simbol pasak bumi (pantek) Sembalun dan Lombok Timur secara umum.
Pada hari berikutnya, air dari berugak dibawa menuju lapangan upacara adat, diiringi pemuka adat dan tarian tandang mendet. Puncak acara adalah prosesi mapakin, yang diawali dengan silaturahmi sesepuh adat dengan para tamu undangan dari berbagai penjuru Nusantara.
Mapakin dilanjutkan dengan ritual lempar ketupat sebagai simbol kesempurnaan shalat lima waktu, bulan purnama, dan 25 Nabi dan Rasul. Tradisi Ngayu Ayu ditutup dengan Perang Pejer, perang simbolik sebagai tolak bala, dan penumpahan air di Kali Pusuk sebagai simbol penyatuan unsur-unsur alam: bumi, air, dan hutan. (SN)