![]() |
Royal Sembahulun, Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani (Dok.Selaparangnews.com) |
SELAPARANGNEWS.COM - Masyarakat Sembalun di kaki Gunung Rinjani tengah berupaya untuk mendorong kawasan wisata tersebut menjadi destinasi wisata premium. Hal itu disampaikan Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani, Royal Sembahulun kepada wartawan usai menggelar audiensi dengan DPRD Kabupaten Lombok Timur pada Senin kemarin, (30/06/2025).
Menurut Royal, potensi Gunung Rinjani yang menjadi salah satu destinasi pendakian paling ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, harus dikelola secara maksimal. Salah satunya ialah dengan mengatur sistem tarif layanan usaha trekking yang saat ini dinilai belum memiliki regulasi tegas dari pemerintah.
Ketiadaan aturan tersebut, kata dia, memicu persaingan tidak sehat antar pengusaha. Pengusaha lokal di pintu masuk Sembalun makin terpinggirkan oleh pengusaha dari luar, terutama Lombok Utara yang menawarkan tarif pendakian yang lebih murah.
Royal mengusulkan, jika ingin menaikkan harga paket pendakian, maka pemerintah perlu memastikan dampaknya langsung dirasakan porter dengan menaikkan upah mereka.
“Intinya jangan ambil untung terlalu rendah tapi jangan juga terlalu tinggi. Idealnya pemerintah gali dulu akar masalahnya agar bisa lahir kebijakan yang adil dan menguntungkan semua pihak,” tegasnya sembari mengatakan bahwa di Senaru tarif Porter Rp. 250 sementara di Sembalun Rp. 275 ribu.
Dari sekitar 150 usaha trekking yang berizin di Rinjani, kata dia, 78 persen dikelola oleh pelaku usaha dari Lombok Utara, sisanya dikelola oleh pengusaha lokal Lombok Timur, Lombok Tengah dan Kota Mataram.
Meskipun demikian, jelasnya, jalur pendakian favorit tetap melalui Sembalun sementara mereka menggunakan jasa dari pengusaha luar, dan menginap juga di luar, sehingga warga setempat merasa hanya kebagian keramaian dan sampah, tanpa kontribusi ekonomi yang seimbang.
Pelaku usaha lokal, jelas Royal, berharap supaya usaha pendakian ini dikelola dengan sistem kawasan. Misalnya, tamu yang menginap di Lombok Utara harus naik lewat Senaru, bukan Sembalun.
Tapi bukan berarti harus eksklusif, melainkan harus ada kesepakatan yang dipegang di antara mereka sesama pelaku usaha dari luar, sehingga nantinya mereka tetap bisa saling masuki satu sama lain, asalkan ada kesepakatan bersama agar tidak terjadi persaingan bebas yang tidak sehat.
Menurutnya, hal itu penting diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Lombok Timur supaya para pelaku usaha jasa trekking, terutama masyarakat lokal mendapatkan porsi yang adil. "Jangan sampai pemerintah hanya bicara PAD saja, tapi pendapatan masyarakat diabaikan,” ketusnya.
Ia menegaskan, jika pelaku usaha lokal sudah mendapatkan porsi yang proporsional, maka kontribusi mereka terhadap PAD secara otomatis akan lebih maksimal. "Kalau tidak demikian hal ini rawan memicu gesekan, ribut pasti nanti di masyarakat," imbuhnya.
Dan akibat dari adanya tamu yang naik ke Rinjani lewat Sembalun tapi menginap di Lombok Utara, maka dipastikan PAD tidak masuk ke Lombok Timur melainkan ke daerah tempatnya berbelanja sehingga masyarakat lokal maupun pemerintah sama-sama tidak dapat apa-apa.
"Tiap pagi kalau ke Sembalun memang ful, tapi itu semua datang dari utara," jelasnya.
Masyarakat Sembalun, kata Royal, berharap kepada pemerintah daerah untuk segera menyusun kebijakan yang memperhatikan kesejahteraan warga sekitar. "Ya tentu sekaligus juga untuk menjaga citra Gunung Rinjani sebagai destinasi wisata internasional yang aman dan berkualitas," tandasnya.
Untuk mewujudkan Rinjani sebagai destinasi premium, kata dia, tentu tidak cukup hanya bicara tarif saja, melainkan juga perlu pembenahan secara menyeluruh, mulai dari peningkatan standar operasional prosedur (SOP) bagi guide, penataan tarif porter, hingga melengkapi fasilitas rescue pada titik-titik rawan pendakian.
Royal menyinggung kasus wisatawan Brasil beberapa waktu lalu yang menjadi pelajaran penting akan lemahnya aspek penyelamatan. Berdasarkan hasil rapat bersama forum dan pelaku usaha setempat disepakati supaya tamu yang lebih dari empat orang harus ditemani oleh dua guide.
"Tapi jika hanya satu guide, maka porter harus ikut mendampingi jika naik ke puncak," imbuhnya.
Saat ini, kata Royal, ada750 guide dan 1.700 porter yang bekerja di lingkaran trekking Gunung Rinjani. Menurutnya, meskipun profesional dalam melayani makan minum para tamu, tapi pengetahuan rescue dan P3K masih sangat kurang.
Karena itu, Ia mengusulkan supaya ada peningkatan kapasitas dan pengetahuan Rescue bagi Guide dan Porter oleh Balai TNGR selaku pengelola kawasan konservasi. "Memang harus ada peningkatan kapasitas bagi Guide dan Porter terkait rescue di Gunung Rinjani," tandasnya. (Yns)