Notification

×

Iklan

Iklan

Efek Domino Pandemi, Dari PHK Hingga Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

Tuesday, February 16, 2021 | February 16, 2021 WIB Last Updated 2021-03-06T04:13:23Z

Oleh: Muhammad Ali Sopian*

 

Opini, Selaparangnews.com – Kondisi pandemi yang kita hadapi sekarang ini menyebabkan banyak sektor kehidupan yang terimbas. Sektor ekonomi misalnya, banyak perusahaan terancam gulung tikar, sehingga mengurangi karyawan adalah cara yang ditempuh untuk menyelamatkannya.


Dampak pandemik dalam dunia kerja itu, ternyata memiliki efek domino yang cukup signifikan dalam kehidupan. Karena ekonomi merupakan sektor yang sangat terdampak oleh virus mematikan ini menjadi semacam garis bahwa sektor ini mendapatkan ujian yang paling berat sejak awal terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada maret 2020. Hal itu terbukti dengan tidak sedikitnya perusahan yang memutus hubungan kerja dengan karyawan (PHK).

 

Data Menaker menunjukan bahwa di masa pandemi ini telah tercatat sebanyak 1.792.108 juta buruh yang harus di PHK. Sehingga, orang tua yang awalnya memiliki pekerjaaan dan sudah aman dalam urusan finansial tiba-tiba dihadapkan dengan kondisi yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.

 

Tentu hal itu turut menjadi pemicu tingkat stress dalam kehidupan keluarga sehingga banyak kekerasan terhadap anak karena kebingunggan dengan keadaan yang berubah dari biasanya pada saat pendemi covid-19 turut menanjak.

 

Mayoritas anak mengalami kekerasan selama belajar daring di rumah. Keterbatasan ekonomi keluarga untuk membiayai pembelajaran daring anak menjadi salah satu sebab orang tua lebih mudah terpancing amarahnya, saat anak tidak mampu menguasai proses pembelajaran jarak jauh di rumah, kondisi perekonomian yang sedang melemah serta kebutuhan yang harus terus terpenuhi


Kondisi ini cukup memperhatinkan melihat dampak PHK yang berujung terhadap kekerasan perempuan dan anak  yang dilakukan di NTB. Mulai dari kekerasan fisik, seperti dorongan, cubitan, tendangan, sampai pemukulan, di samping kekerasan psikologis, mulai dari membuat jadi takut, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan tekanan-tekanan psikologis lainnya.

 

Pengetahuan dan informasi cara menanggulangi kekeraasan terhadap perempuan dan anak masih sangat kurang, karena permasalahn ini masih dianggap sepele dan tidak menghiraukan dampak yang ditimbulkannya.

 

Secara umum perempuan dan anak megalami tindakan kekerasan karena anak yang diminta bekerja secara penuh, adanya kesenjangan ekonomi antara laki-laki dengan perempuan, dominasi laki-laki terhadap perempuan, pengambilan keputusan yang berbasis laki-laki serta konsruksi kebudayaan masyarakat yang masih kuat bahwa perempuan lebih banyak hanya menjadi pekerja rumah tangga.

 

Jika dilihat dari data System Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi PPA) pada 29 februari – 10 juni 2020 terdapat 787 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan 523 kasus KDRT.


Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandem itu. Katanya, berdasarkan data Simponi PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi  3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi. 


Oleh karena itu dalam menghadapi new normal ini, kita harus pastikan angka ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi Covid-19,jelas valentina. 


Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Nusa Tenggara Barat menunjukkan kekerasan terhadap anak di provinsi tersebut meningkat 12 persen selama pandemi.


Sementara itu, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan kekerasan terhadap anak mencapai 5.697 kasus dengan 5.315 korban sepanjang 1 Januari 2020 hingga 23 September 2020. Sedangkan di NTB sendiri kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat  12 % hingga tahun 2020


Dari sana kita lihat bahwa Mayoritas anak mengalami kekerasan selama belajar daring di rumah. Keterbatasan ekonomi keluarga untuk membiaya pembelajaran daring anak menjadi salah satu sebab orang tua lebih mudah terpancing amarahnya saat anak tidak mampu menguasai proses pembelajaran jarak jauh di rumah.


Tentu hal itu perlu upaya strategis dalam menguatkan fungsi dan peran keluarga dalam proses pendampingan anak selama berkegiatan di rumah. Kapasitas keluarga perlu diperkuat terutama fungsi keluarga dalam mendampingi anak selama pandemi.


Meskipun tidak mudah, dengan upaya maksimal dan kerja sama sedini mungkin dan memperkokoh peran serta sekolah, keluarga, dan masyarakat, seharusnya kita mampu bersama-sama mengatasi kasus kekerasan terhadap anak selama pandemi.


Oleh sebeb itu untuk mengurangi dan mencegah kasus kekerasan terhadap permpuan dan anak dibutuhkannya peran dari semua pihak, tidak hanaya dari pemrintah semata melainkan dari orang terdekat dan pertama yang menjaadi tempat sosialisasi permpuan dan anak yaitu kelurga. Dengan memanfaatkan pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta dilibatkannya kelompok-kelompok yang berda dekat dengan masyrakat serta mudah diakses.


Salah satu yang bisa dijadikan role model atau contoh dalam penurunan dan pencegahan kekersan terhadap perempuan  dan anak yaitu Yayasan Tunas Alam   NTB (SANATI NTB) yang bergerak dalam bidang pemberdayaan permpuan dan anak. Berankat dari permasalahan yang ada SANTAI NTB melihat sangat perlunya ada solusi yang diberikan di salah  satu desa di Lombok Utara  lansung berinisiasi serta menjadi pelopor untuk di bentuknya Forum Anak (FA) .Cara yang  yang ditemuh oleh SANTAI NTB  yaitu mengajak diskusi  para tokoh pemuda, kepala desa, para kadus dan para tokoh masyrakat, akhirnya terbentuklah Forum Anak (FA) di Desa Medana sejak tahun 2019.


Dari terbentuknya FA ini mampu mengajak para anak-anak, orang tua dan masyrkat di Desa Medana  utuk mengkampanyekan Stop nikah di usia anak, pekerja anak serta kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan diikuti kegitan-kegitan lainnya, seperti belajar menjadi pelopor, belajar menulis, kegiatan keagaaa, olah raga dan masih banyak lagi kegitan positif lainnya, sebagai tempat anak bermain dan belajar.


Ini merupakan  tempat paling mudah dan dekat dengan masyrakat yang bisa dijadikan desk konseling seperti kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, Dharma Wanita, Karang Taruna, PGRI, dan berbagai kelompok Lembaga sosial lainnya yang dapat dengan mudah diakses sebagai tempat desk konsling, tetntu dengan akomodasi, pasilitas yang memadai dan sosialisasi atau pemberian pemahaman serta Langkah-langkah dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.


Ini merupakan Langkah yang efektif dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia khususnya NTB yang sudah menjadi momok dan ibarat gunug es. Tentu dengan diimlementasikan rekomendasi-rekomendasi ini dapat mencegah secara konrit serta hasil yang positif. Sehingga mampu megurangi maslah-masalah terutama yang berkaitan dengan kekersan terhadap perempuan dan anak.



*Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mataram

×
Berita Terbaru Update