Notification

×

Iklan

Iklan

Ombudsman NTB Temukan Tiga Bentuk Maladministrasi Dalam Penyaluran BPNT

Friday, February 12, 2021 | February 12, 2021 WIB Last Updated 2021-03-29T20:37:50Z

Foto: Ilustrasi


Mataram, Selaparangnews.com - Ombudsman RI perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata secara diam-diam melakukan investigasi terhadap proses penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). 

Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI perwakilan NTB, Arya Wiguna, S.H., M.H, menjelaskan bahwa dalam proses investigasi itu Ombudsman NTB menjadikan Kabupaten Lombok Timur sebagai sentra investigasi dan pengawasan. 


Alasannya memilih Lombok Timur sebagai sentra pengawasan, lanjutnya, lantaran banyaknya keluhan KPM (Kelompok Penerima Manfaat) yang mencuat di media massa terkait kualitas dan kuantitas item sembako yang diterima. 


"Itulah dasar kami melakukan investigasi di Lombok Timur," jelasnya. Jum'at, 12/02/2021.


Sebenarnya, kata dia, persoalan yang melingkari program kementerian sosial itu mirip-mirip di satu daerah dengan daerah lain. Tapi kenapa Ombudsman NTB lebih fokus pada Lotim, ujarnya, karena Lotim merupakan salah satu daerah yang memiliki KPM BPNT terbanyak di Indonesia. 


Sehingga, kata dia, persoalannya pun menjadi relatif lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. "Sebenarnya  di daerah lain juga mirip-mirip masalahnya, cuma tidak seheboh yang di Lombok Timur," ketusnya. 


Khusus untuk Lombok Timur, lanjutnya, pengawasan dan investigasi penyaluran BPNT oleh Ombudsman NTB dimulai sekitar akhir bulan Januari hingga awal Februari 2021 lalu. Dan dalam rentang waktu sekitar satu minggu itu, Ombudsman NTB telah menemukan banyak praktek maladministrasi dalam penyaluran BPNT tersebut.


Secara umum, lanjut Arya Wiguna, ada tiga bentuk maladministrasi yang ditemukan, pertama ialah adanya penyimpangan prosedur penyaluran yang tidak sesuai dengan pedoman umum (Pedum). Yang kedua terkait dengan E-Warong yang tidak berkompeten dalam melakukan penyaluran. 


Dia menilai Agen E-Warong yang ditunjuk sebagai penyalur oleh bank, sebagian besar tidak memenuhi persyaratan sebagai penyalur BPNT seperti yang tertuang dalam Pedum.


"Kita lihat bahkan sejumlah E-Warong tidak menjual bahan pangan atau sembako, sehingga kompetensi mereka untuk menilai bahan pangan yang akan disalurkan itu tidak ada," terangnya sembari menyebutkan bahwa apa yang ditemukan malah lebih parah, seperti E-Warong yang tidak punya timbangan serta tidak memiliki mampuan untuk mengecek kualitas beras yang akan diberikan kepada KPM. 


Praktek maladministrasi selanjutnya yang ditemukan Ombudsman NTB dalam proses investigasi yang dilakukan ialah adanya perbuatan tidak pantas yang dilakukan oknum pendamping, di mana oknum pendamping tersebut, kata dia, kerap bertindak melampui batas kewenangannya. 


Misalnya, lanjutnya mencotohkan, oknum tesebut memfasilitasi supplier dengan agen dalam proses pengadaan bahan pangan. Kemudian juga mengatur dan mengarahkan agen untuk bekerja sama dengan Supplier tertentu dengan bahasa-bahasa yang mengancam, padahal itu tidak diperbolehkan. 


"Itu yang kami temukan di lapangan, tiga bentuk maladministrasi itu," tandasnya.


Untuk Lombok Timur, katanya, Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan  (LAHP) penyaluran BPNT  yang ditemukan itu sudah diserahkan kepada Bupati Lotim, H.M. Sukiman Azmy pada Rabu, 10 Januari 2021 lalu. Dia mengaku mendapatkan atensi yang sangat luar biasa dari Bupati Sukiman atas koreksi yang dilakukan terhadap proses penyaluran BPNT tersebut


"Untuk Lotim sudah kami serahkan LAHP kepada Bupati selaku penanggungjawab koordinator program itu," ujarnya.


Dia berharap, dengan adanya laporan dari Ombudsman itu, Bupati segera melakukan pembenahan supaya proses penyaluran BPNT benar-benar dilaksanakan berdasarkan aturan yang berlaku. 


Satu hal yang sangat disorot oleh Ombudsman NTB ialah mekanisme penunjukan E-Warong oleh pihak Bank. Hal itu penting dipertanyakan lantaran banyak E-Warong yang ditemukan tidak menjual bahan pangan. Bahkan, kata Arya Wiguna, pihaknya menemukan adanya agen E-Warong yang menjual pulsa HP.


Padahal, kata dia, di dalam satu desa saja ada banyak pedagang yang menjual bahan pangan, tapi mengapa yang ditunjuk justru hanya segelintir saja, dan dari yang dipilih justru lebih banyak yang tidak berkompeten.


"Yang jadi soal adalah bagaimana penetapan E-Warong oleh Bank, yang banyak temuan kami, E-Warong tidak punya kompetensi dalam penyaluran bahan pangan sehingga harus ada evaluasi," pungkasnya, sembari menambahkan bahwa kurangnya pengawasan pihak Bank juga menjadi pemicu terjadinya pelanggaran semacam itu. (yns)

×
Berita Terbaru Update