Notification

×

Iklan

Iklan

Lakpesdam NU NTB Sebut Perda Pencegahan Perkawinan Anak Mengecewakan

Wednesday, July 7, 2021 | July 07, 2021 WIB Last Updated 2021-07-07T11:30:13Z

Muhammad Jayadi, Ketua Lakpesdam PWNU NTB



Mataram, Selaparangnews.com - Upaya pencegahan perkawinan anak melalui Peraturan Daerah secara resmi telah ditetapkan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, tertanggal 3 juni 2021. 


Sebelumnya rancangan perda ini mendapatkan apresiasi dan dukungan dari banyak kalangan, lokal maupun nasional. Utamanya dukungan dari aktivis/pegiat perlindungan anak dan perempuan. 


Perda ini menjadi perbincangan banyak kalangan, konon karena merupakan perda pertama dan satu-satunya di Indonesia. Namun setelah di Perdakan, justru hasilnya mengecewakan dan tidak sesuai dengan ekspektasi publik.


“Kami kecewa begitu melihat hasil akhir dari Perda Pencegahan Perkawinan Anak ini”, ungkap Ketua Lakpesdam PWNU NTB, Muhammad Jayadi. Rabu, 07/07/2021.


Pasalnya, kata Pria yang akrab disapa Jay itu, poin penting yang ada pada Perda, yang konon menjadi Perda pertama di Indonesia ini kehilangan substansinya. 


Jay mempertanyakan kenapa pengaturan tentang sanksi tiba-tiba hilang dalam Perda tersebut, padahal salah satu keunggulan perda itu adalah adanya klausul pasal tentang pemberian sanksi bagi pelaku perkawinan anak. 


"Karena poin itulah perda ini diapresiasi banyak orang, Kami punya harapan angka perkawinan akan dapat dicegah ketika ada pasal yang mengatur perihal sanksi bagi setiap orang yang terlibat dalam perkawinan anak, dengan begitu akan memberikan efek jera dan mencegah anak menjadi korban praktik perkawinan anak. Namun faktanya berbeda setelah ditetapkan jadi Peraturan Daerah," sesalnya. 


Parahnya lagi, kata dia, langkah afirmasi dengan mendorong 1 persen APBD untuk mendukung gerakan pencegahan perkawinan anak  juga turut dihapus. "Ini namanya Pemda tidak serius mendukung upaya perlindungan anak," ketus mantan Ketua PMII Mataram ini.

 

Terpisah, Dosen Fakultas Syari’ah UIN Mataram, Apipuddin menyatakan bahwa Perda tersebut kehilangan substansi dari salah satu dasar hukum yang menjadi rujukannya, yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah dirubah terakhir dalam UU No. 17 Tahun 2016. 


Kata Apipuddin, hilangnya ketentuan sebagaimana tertuang pada Bab IX Pasal 30 dan Pasal 31 di dalam Ranperda tentang Pencegahan Perkawinan Anak mengenai sanksi baik administratif maupun sanksi pidana bagi setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan perkawinan anak, menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih setengah hati di dalam melakukan perlindungan terhadap anak. 


Seharusnya, kata dia, ketentuan sanksi administratif maupun sanksi pidana di dalam Ranperda tidak dihilangkan agar Perda sebagai peraturan yang melaksanakan peraturan di atasnya yaitu Undang-Undang Perkawinan sekaligus Undang-Undang Perlindungan Anak.


"Karena, selain mengatur juga memiliki daya paksa agar warga NTB tidak menikahkan anak di bawah umur," pungkasnya. (SN) 

×
Berita Terbaru Update