Notification

×

Iklan

Iklan

OJK Perpanjang Masa Relaksasi Kredit Perbankan Hingga 2023 Mendatang

Saturday, September 4, 2021 | September 04, 2021 WIB Last Updated 2021-09-04T08:20:31Z

Ilustrasi

Jakarta, Selaparangnews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan hingga 31 Maret 2023 mendatang, pada Kamis, 4 September 2021.


Dilansir website OJK, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit tersebut juga berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). 


Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi COVID-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan. 


“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur, termasuk pelaku UMKM," ujarnya. Kamis, 04/09/2021.


Karenanya, untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran COVID-19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi di perpanjang hingga 2023. 


Hingga saat ini, lanjutnya, perbankan terus melanjutkan kinerja membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka Loan at Risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi. 


Sedangkan angka Non Performing Loan (NPL) sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen (Desember 2020) menjadi 3,35 persen (Juli 2021). 


Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum. 


“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru. 


Katanya, penerapan manajemen risiko dalam relaksasi restrukturisasi tetap menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan tersebut  yang terdiri dari penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan. 


Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN. 


Dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi. 


Per posisi Juli 2021, outstanding restrukturisasi COVID-19 sebesar Rp 778,9 triliun dengan jumlah debitur mencapai 5 juta dan 71,53 persen, di antaranya adalah debitur UMKM. 


Outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan posisi di awal penerapan stimulus. 


Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit ini diharapkan memberikan kepastian bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022, khususnya mengenai skema penanganan debitur restrukturisasi dan skema pencadangan. (SN) 

×
Berita Terbaru Update