Notification

×

Iklan

Iklan

Ogah Berganti Nama, Tuntutan Forum BKD Lotim Soal Insentif Terganjal Aturan

Wednesday, July 13, 2022 | July 13, 2022 WIB Last Updated 2022-07-12T18:46:54Z

Lalu Saparudin, Ketua Forum BKD Kabupaten Lombok Timur diwawancara sejumlah awak media usai hearing dengan Komisi I DPRD Lombok Timur 

Lombok Timur, Selaparangnews.com - Forum Badan Keamanan Desa (BKD) Kabupaten Lombok Timur bersikeras mempertahankan namanya sebagai BKD meskipun istilah yang tertera dalam aturan adalah Linmas. Karenanya harapan mereka untuk mendapatkan insentif yang layak berdasarkan payung hukum yang jelas dan kuat, kecil kemungkinannya dapat diwujudkan.

Salah satu anggota Komisi I DPRD Kabupaten Lombok Timur Abdul Muhid menyarankan supaya Forum BKD Lotim legowo mengganti namanya menjadi Linmas agar apa yang menjadi harapan mereka selama ini dapat segera dinikmati. 

"Saran saya bapak-bapak ini berubah nama dulu, nanti sambil jalan kalau ada perubahan, baru berubah ke BKD lagi," ujarnya saat hearing dengan Forum BKD Lotim bersama OPD terkait Selasa kemarin, (12/07/2022). 

Pasalnya, kata Muhid, berdasarkan penjelasan dari Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Timur bahwa tidak ada dasar hukum terkait BKD tersebut, begitu juga dengan penjelasan dari Sat Pol PP bahwa yang tertera di aturan adalah Linmas bukan BKD. 

"Maksud saya supaya penganggaran ini sesuai dengan undang-undang," tandasnya seraya menasehati OPD terkait termasuk pemerintah desa untuk hati-hati agar tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari.

Muhid mempertanyakan dasar hukumnya jika tuntutan Forum BKD tersebut ingin diwujudkan oleh pemerintah daerah. Pasalnya, kata Muhid menegaskan, berdasarkan hirarki perundang-undangan, tidak boleh aturan yang di bawah menyalahi aturan yang di atasnya.

Anggota Komisi I lainnya Saifullah mengatakan bahwa di dalam Undang-Undang Desa BKD memang tidak masuk menjadi bagian dari Struktur Pemerintahan Desa. Lebih spesifik lagi Ia menyebutkan bahwa di dalam Permendagri yang berbicara soal penggunaan anggaran Desa juga tidak disebutkan nama BKD.

Jadi, simpulnya, di dalam komponen-komponen yang bisa dibiayai oleh Pemerintah Desa melalui APBDes itu memang tidak ada namanya BKD. 

"Itulah yang menjadi masalah kita," ujar Saifullah sambil menegaskan bahwa itulah yang menyebabkan BKD tidak bisa diberikan anggaran oleh pemerintah Desa lantaran tidak menjadi bagian dari subjek yang berhak dibiayai dari anggaran Desa berdasarkan peraturan yang ada. 

Kendati demikian, lanjutnya, keberadaan BKD tersebut justeru ada di Undang-Undang Keamanan Negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Pasal 43 yang berbunyi bahwa  keamanan negara diprioritaskan kepada TNI-Polri yang didukung oleh masyarakat. 

Menurutnya, klausul didukung oleh masyarakat tersebut merupakan celah yang bisa dijadikan legal standing untuk mengakui keberadaan BKD tersebut. Ia menyarankan supaya eksekutif menjalin komunikasi yang lebih intensif dengan pemerintah Desa termasuk memberikannya pendampingan supaya tuntutan Forum BKD bisa diwujudkan. 

Karena itu, kata Saifullah, harus disiasati dengan cara menggunakan dua Undang-Undang, yang pertama Undang-Undang Keamanan Negara berkaitan dengan keberadaan BKD dan yang kedua ialah Undang-Undang Desa terkait dengan penganggaran untuk insentifnya.

Sementara itu, Ketua Forum BKD Lotim L. Saparudin tetap bersikukuh dengan nama BKD tersebut. Pasalnya menurut dia, nama Linmas sudah tidak diterima di masyarakat

Lagi pula, tegasnya, dalam pandangan masyarakat secara umum tugas Linmas itu hanya saat pemilu saja. Beda halnya dengan BKD yang beroperasi selama 24 jam penuh. 

Dan yang terpenting adalah, lanjutnya, BKD itu ada di masing-masing Desa, sementara Linmas ada di masing-masing kelurahan. "Itu dulu atas perintah Sekda juga," ucapnya. 

Ia menyayangkan kenapa dulu Bupati mau membentuk BKD tersebut padahal belum ada payung hukum pembentukan dan penganggarannya. Menurutnya, itu merupakan bukti bahwa tidak adanya koordinasi yang baik antara Kepala Daerah dengan bawahannya.

Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua DPRD Lotim H. Daeng Paelori bahwa hal itu akibat dari lemahnya koordinasi antara Kepala Daerah dengan OPD terkait sehingga menjadi runyam seperti itu. Oleh karenanya Ia meminta supaya hal itu segera dikoordinasikan. 

Terkait dengan tuntutan Forum BKD tersebut Daeng optimis hal itu bisa dicarikan solusi, tinggal Pemerintah Daerah mau atau tidak melakukannya. 

"Semua itu bisa kita atur, yang penting kemauan kita untuk mengatur mereka sekarang," pungkasnya sembari mencontohkannya dengan "pecalang" yang ada di daerah Bali. 

Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Desa (PKKD) yang hadir mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Lombok Timur Hj. Martaniati mengatakan bahwa berdasarkan Permendes nomor 17 memang ada peluang bagi pemerintah daerah untuk membuatkannya regulasi sehingga Desa punya dasar hukum untuk membayar insentif BKD tersebut. 

Hanya saja, lanjut Hj. Marta, hal itu tergantung pada hasil musyawarah di masing-masing Desa. Termasuk mengenai besarannya tidak bisa ditentukan berapa jumlahnya melainkan tergantung pada kemampuan keuangan masing-masing Desa. 

"Semuanya kembali pada hasil musyawarah Desa dan kemampuan keuangan Desa," tandasnya seraya mengatakan bahwa Ia hanya mampu menjawab terkait peluang penggunaan anggaran Desa untuk membayar insentif BKD, terkait payung dari keberadaan BKD itu sendiri merupakan urusan dari Bagian Hukum. (Yns) 

×
Berita Terbaru Update