Notification

×

Iklan

Iklan

LPSDM Kolaborasi Dengan Jurnalis Bahas Implementasi UU Kekerasan Seksual di Lombok Timur

Monday, November 21, 2022 | November 21, 2022 WIB Last Updated 2022-11-21T08:40:02Z

Direktur LPSDM Ririn Hayudiani saat memaparkan materi UU TPKS Nomor 12 tahun 2022 di hadapan Jurnalis Lombok Timur

SELAPARANGNEWS.COM - Lembaga Peningkatan Sumber Daya Mitra (LPSDM) menggandeng Insan Pers dalam mensosialisasikan dan mengawal Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 tahun 2022 di Kabupaten Lombok Timur. 


Kegiatan yang berlangsung Senin, 21 November 2022 di Aula Lesehan Sekar Asri Sekarteja, Kecamatan Sukamulia Lombok Timur tersebut mengusung tema Pertemuan Jaringan Lokal Untuk Menggalang Dukungan Publik. 

Direktur LPSDM Ririn Hayudiani berharap kegiatan tersebut bisa menjadi awal yang baik bagi kolaborasi LPSDM dengan awak media di Lombok Timur dalam membumikan dan mengawal implementasi UU TPKS. 

Menurutnya, kolaborasi dengan awak media itu cukup penting dilakukan, mengingat kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lombok Timur cukup tinggi dengan tingkat pemahaman masyarakat yang kemungkinan masih rendah terkait UU TPKS yang baru disahkan pemerintah tersebut. 

Ririn Hayudiani mengatakan bahwa perlu adanya persamaan persepsi antara gerakan aktivis dalam menyuarakan hak-hak kelompok marjinal dengan wartawan sebagai corong masyarakat dan sebagai fungsi kontrol terhadap pemerintah selaku pengambil kebijakan, supaya tujuan dari UU TPKS bisa terlaksana sesuai harapan. 

"Saya yakin teman-teman sudah banyak menyuarakan itu, tetapi Kita ingin supaya kita punya satu pemahaman di dalam menyuarakan hak-hak masyarakat, terutama masyarakat marjinal," ujarnya. Senin, (21/11/2022).

Selain itu, kata Ririn sapaan akrabnya, kendati UU TPKS sudah disahkan pemerintah sekitar bulan April lalu, namun barangkali masih banyak (Jurnalis -red) yang belum menangkap pesan utamanya dan menjadikannya satu perspektif dalam menulis berita.

Karena itu, Ia berharap dengan adanya pertemuan dan kolaborasi tersebut, suara-suara dari masyarakat pinggiran bisa tersampaikan dan mendapat perhatian yang sama dari pemerintah.

"Itu sih kenapa kami mengundang teman-teman, untuk berdiskusi terkait berbagai persoalan (perempuan dan anak -red) di Lombok Timur, khususnya mengenai UU TPKS," ungkapnya.

Salah satu peserta Rusliadi yang juga Ketua Forum Jurnalis Lombok Timur menyampaikan pandangannya terkait isu Perempuan dan Anak di Lotim. 

Wartawan Suara NTB ini melihat bahwa isu (kekerasan terhadap -red) perempuan dan anak belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah di Lombok Timur, mulai dari tingkat Desa hingga Kabupaten. 

Hal itu, kata dia, terbukti dengan program-program yang dilakukan Dinas terkait yang belum memasukkan isu tersebut ke dalam program kerja yang harus diprioritaskan, sehingga kesannya, isu-isu yang menyangkut kepentingan masyarakat marjinal dari kalangan perempuan dan anak menjadi terabaikan. 

Karena itu, kata Rusliadi, upaya untuk menyuarakan hak-hak masyarakat marjinal dan korban kekerasan seksual oleh media menjadi tak berarti tanpa adanya dukungan yang jelas dari pemerintah. 

Selain itu, kata Rusliadi, upaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual di Lombok Timur juga terlalu formal tanpa bisa memberi efek jera kepada pelaku. 

"Bagaimana bisa memberi efek jera (kepada pelaku -red) jika yang dilakukan pemerintah hanya begitu saja," ketusnya. 

Peserta lainnya Fatih Qudus Jaelani melihat persoalan tersebut dari perspektif yang berbeda, yakni dari perspektif jurnalis yang bekerja berdasarkan kode etik. 

Isu kekerasan seksual, kata pria yang akrab disapa Fatih tersebut, selain cukup sensitif, juga cukup berat bagi jurnalis karena menyimpan potensi Pidana bagi wartawan yang salah saat menulis.

Karena itu Ia berharap barangkali ada semacam peningkatan kapasitas bagi jurnalis dalam memberitakan isu-isu kekerasan seksual di Kabupaten Lombok Timur. 

"Menulis tentang isu ini butuh kejelian, kehati-hatian dan pemahaman yang luas," ucap wartawan Lombok Post tersebut sembari menegaskan bahwa isu kekerasan seksual tidak hanya bicara soal bagaimana menyuarakan hak-hak korban, tetapi juga melindungi identitasnya. (Yns) 
×
Berita Terbaru Update