Notification

×

Iklan

Iklan

PMII Bali Nusra Desak Kejati Usut Dugaan Uang Siluman di DPRD NTB

Kamis, 17 Juli 2025 | Juli 17, 2025 WIB Last Updated 2025-07-18T04:13:55Z

Ketua PKC PMII Bali Nusra Ahmad Muzakkir, SH (kanan)

SELAPARANGNEWS.COM - Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Bali Nusa Tenggara menyatakan sikap tegas terkait dugaan praktik “uang siluman” yang menyeret nama sejumlah anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Isu yang menyeruak belakangan ini dinilai telah mencoreng martabat lembaga legislatif dan menurunkan kepercayaan publik.


Ketua PKC PMII Bali Nusra Ahmad Muzakkir menegaskan bahwa pihaknya mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Kejaksaan Tinggi NTB untuk mengusut tuntas terkait adanya dugaan bagi-bagi fee dari alokasi program pokok-pokok pikiran (Pokir) kepada anggota dewan baru.


“Ini bukan sekadar rumor. Dugaan ini telah memicu kegaduhan serius dan harus segera dituntaskan agar supremasi hukum dan prinsip keadilan di NTB tetap tegak,” tegasnya, lewat siaran tertulis kepada media ini. Rabu, (16/07/2025). 


Berdasarkan informasi yang berkembang di sejumlah media dan pengakuan langsung beberapa anggota DPRD NTB, kata Zakkirr, ada indikasi bahwa telah terjadi pembagian uang tunai sebesar 15 persen dari total anggaran program pokir senilai Rp2 miliar per anggota dewan baru, atau sekitar Rp300 juta. 


Kasus ini, menurutnya, kian mendapat sorotan setelah mantan anggota DPRD NTB periode 2019–2024, TGH Najamuddin Mustafa, mengungkap adanya pemotongan dana pokir sekitar Rp70 miliar yang melibatkan 39 mantan anggota dewan. Dana tersebut padahal sudah disahkan dalam Perda APBD 2025 dan dialokasikan untuk kepentingan masyarakat.


Anggota DPRD NTB saat ini Abdul Rahim (Bram), kata Zakkir, bahkan secara terbuka mengakui pernah ditawari “uang siluman” tersebut dan mendesak pimpinan DPRD serta APH agar segera mengambil langkah tegas.


Ia menilai bahwa PKC PMII Bali Nusra memandang praktik ini berpotensi kuat melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Selain itu, jika terbukti sebagai pemberian “fee” dari anggaran, hal ini dapat dikategorikan sebagai gratifikasi atau suap, yang melanggar UU Tipikor.


“Ini juga pelanggaran serius terhadap kode etik dan disiplin anggota DPRD. Bahkan dapat berimplikasi pada terhambatnya pembangunan daerah karena dana pokir semestinya untuk program-program fisik vital masyarakat,” kata Ketua PKC PMII Bali Nusra.


Sorotan terhadap isi tersebut, lanjutnya, semakin tajam setelah salah satu media daerah menghapus cepat berita terkait pemanggilan sejumlah anggota DPRD NTB oleh Kejaksaan Tinggi NTB. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran publik akan adanya upaya menghambat proses penegakan hukum.


PKC PMII Bali Nusra menyebut situasi ini sebagai “krisis integritas dan transparansi” dalam tata kelola pemerintahan daerah.


Atas dasar itu, PKC PMII Bali Nusra menegaskan beberapa sikap, yaitu:


1. Mendesak Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera memanggil, memeriksa, dan menindak semua pihak yang diduga terlibat, baik penerima maupun pemberi dana “siluman”, serta menelusuri asal-usul uang tersebut.


2. Meminta pimpinan DPRD NTB untuk bersikap tegas dan memberikan klarifikasi resmi kepada publik, sekaligus melakukan investigasi internal agar kasus ini tidak menjadi “bola liar”.


3. Mengajak masyarakat, khususnya pemuda dan mahasiswa, untuk mengawal proses hukum dan melaporkan jika ada indikasi intervensi maupun upaya pembungkaman.


4. Mendesak evaluasi total sistem alokasi dan penggunaan dana pokir agar kasus serupa tidak terulang.


PKC PMII Bali Nusra juga menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk melalui langkah konstitusional seperti aksi demonstrasi maupun pelaporan resmi apabila proses penegakan hukum dinilai lamban.


“Kami ingin NTB benar-benar bersih dari praktik korupsi. Ini demi keadilan dan kesejahteraan seluruh masyarakat,” tutupnya. (Yns) 

×
Berita Terbaru Update