![]() |
| Kasi Intel Kejari Lotim Ugik Ramantyo (tengah) bersama Kasubsi 1 Intelijen dan Jaksa Penuntut Umum saat menemui wartawan di kantornya |
SELAPARANGNEWS.COM - Terdakwa Kasus Tindak Pidana Pelecehan Seksual Anak bernama Sabirhan alias Abing Bin Mihjanul Paidi di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Selong pada Selasa, 07 Oktober 2025, berdasarkan informasi yang tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Selong.
Dalam putusan tersebut dikatakan bahwa Sabirhan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tipu muslihat dan kebohongan, serta membujuk korban untuk melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut.
Atas perbuatan itu, Ia dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 Tahun dan denda Rp. 100 juta dengan subsider kurungan selama 6 Bulan.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Lombok Timur Ugik Ramantyo menilai bahwa vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa itu sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat sehingga pihaknya akan menerima putusan tersebut selama tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa.
"Apabila terdakwa ini tidak melakukan upaya hukum selama 7 hari setelah putusan, maka kami akan menerima putusan itu, karena berdasarkan SOP, putusan itu sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat," ujarnya ditemui wartawan bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Kasubsi 1 Bidang Intelijen Kejari Lotim di kantornya. Rabu, (08/10/2025).
Kasi Intel menyebutkan, terdakwa Sabirhan - yang sekarang menjadi terpidana - merupakan ASN Guru yang mengajar di salah satu SD Negeri di Kecamatan Sembalun. Dan korbannya itu merupakan muridnya sendiri di SD Negeri tersebut.
JPU Kejari Lotim, kata dia, awalnya menuntutnya 10 tahun penjara dan denda Rp. 100 Juta dengan subsider kurungan selama 6 bulan. Tapi mungkin dengan berbagai pertimbangan, majelis hakim menguranginya 1 tahun dari tuntutan awal sehingga menjadi 9 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Kejari Lotim, Widyawati menambahkan, pelecehan yang dilakukan terpidana Sabirhan terhadap korban itu berlangsung dalam rentang waktu tahun 2019 hingga tahun 2024,yaitu sejak korban duduk di bangku kelas 2 SD hingga kelas VII MTs.
"Jadi, pelecehan dimulai sejak korban berusia 8 tahun hingga berusia 13 tahun, dan dilakukan sebanyak 5 kali," ujarnya.
Setelah kejadian pertama, lanjut Widya, pelaku kembali melakukan pelecehan terhadap korban, yaitu ketika korban duduk di bangku kelas IV, Kelas V dan Kelas VI SD, dan terakhir ketika korban sudah duduk di kelas VII MTs.
Untuk lokasi, sambung Widya, empat kali dilakukan dilakukan di SD tempat pelaku mengajar dan korban Sekolah, sementara aksi yang terakhir dilakukan di sebuah hutan di wilayah Kecamatan Sembalun.
Berdasarkan keterangan Psikolog di persidangan, kata Widya, korban mengalami trauma berat atas kejadian itu, hal itu terungkap dari fakta-fakta persidangan bahwa korban sejak mengalami peristiwa tragis itu menjadi pendiam dan takut berbicara dengan orang lain. Itulah sebabnya sehingga korban tidak berani menolak bujukan pelaku setiap kali akan melancarkan aksinya untuk melecehkan korban.
Sebagai informasi, kasus pelecehan seksual ini merupakan kasus yang ditangani oleh Polres Lombok Timur yang kemudian dilimpahkan ke Jaksa setelah berkas perkara lengkap untuk disidangkan. (Yns)
