Notification

×

Iklan

Iklan

Teknokrasi Jam'iyyah Diniyyah Ijtima'iyah NU di NTB: Catatan dari Tik Talk Lakpesdam NU NTB

Selasa, 11 November 2025 | November 11, 2025 WIB Last Updated 2025-11-11T15:35:19Z


Penulis: Muhammad Jayadi (Ketua Lakpesdam PWNU NTB) 


OPINI - Pola pikir orang NU (termasuk penulis) diberbagai tingkatan memandang bahwa keberadaan NU dicurahkan orientasinya lebih pada khidmah keagamaan. Atas peran itu, maka NU dianggap akan tetap ada, tumbuh senantiasa relevan mengikuti waktu dan zamannya (shalih likulli zaman wa makan). Diperkuat lagi dengan kepercayaan bahwa NU dilahirkan dan dijaga oleh para ulama dan Aulia. 

Dilain sisi, sebagai orang yang mengaku berpaham Ahlussunnah waljamaah, meletakkan usaha dan kerja keras (ikhtiar) sebagai sarana dalam mencapai cita-cita dan mewujudkan tujuan. Dengan berkeyakinan ada usaha dan kerja keras baru ada hasil maka, keberadaan NU tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja, larut dalam arus agenda dan rutinitas seremonial tanpa tujuan dan target jelas serta terukur, tanpa kehendak untuk ikut menentukan arah dinamika masyarakat. Sungguh itu kesia-siaan yang kurang baik dan tak berdampak.

Teknokrasi NU sangatlah penting, eksistensi NU tidak bisa dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan hanya meyakini bahwa “NU dijaga oleh para wali dan ulama”, program dan aktivitasnya berjalan lepas begitu saja sesuai keinginan pengurus, serba seremonial, kondisional dan momentum. NU bisa tertinggal dan ditinggal jika tidak cepat berubah, berevolusi merespon dunia didalam dan diluar dirinya. NU tidak boleh terjebak dalam kejumudan, tumpul tak terarah, hanya mengeloni SK Kepengurusan setelah itu dilantik dan selesai. Dalam konsep “Governing NU” yang digagas Gus Yahya, situasi itulah yang hendak dirubah.

NU harus berjuang membangun kapasitas untuk hadir secara lebih bermakna ditengah masyarakat, memahami jati dirinya, memahami kedudukannya ditengah keseluruhan konstelasi, kontestasi dan dinamika masyarakat. Memahami kepentingan-kepentingannya, memahami tujuan, membangun dan mengembangkan strategi, menetapkan target, serta agenda-agenda taktis dan strategis yang berdampak menjawab kebutuhan jam’iyah dan jamaahnya. 

Teknokrasi NU adalah konsep dimana Nahdlatul Ulama memperkuat diri (organisasinya) dengan menggabungkan kekuatan nilai-nilai tradisional dan semangat gotong royong sebagai kekhasan NU dengan keahlian teknis, profesionalisme dan kemampuan profesional dalam memimpin dan mengelola organisasi. Yang berarti menggabungkan dan mengkonsolidasi unsur karakteristik NU yang bersifat sukarela dan tradisional dengan prinsip teknokrasi dimana keputusan dibuat berdasarkan data, bukti empiris dan keahlian teknis (meritokrasi) bukan semata-mata karena politik dan opini publik.

Teknokrasi kerja-kerja NU di bidang agama, sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya dan pemberdayaan masyarakat harus dimulai dan dilakukan, dengan mengembalikan dan menyelami lebih dalam posisi NU sebagi organisasi keagamaan dan kemasyarakatan (Jam’iyyah Diniyyah Ijtima’iyyah). 

Memahami dan menyeimbangkan antara kepedulian pada masalah keagamaan dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Sehingga kinerja dan manfaat khidmah yang diperjuangkan bisa dilihat, diukur dan diketahui dampak serta manfaatnya oleh orang NU sendiri maupun oleh masyarakat luas diluar NU. Sebagaimana pesan Almarhum Gus Dur yang menekankan perubahan sosial yang berkelanjutan, menjaga nilai-nilai kemanusiaan universal dan sikap sabar dan konsisten dalam mengembangkan organisasi.

Jika tidak, maka NU bisa dianggap tidak menarik, tertinggal dan akan ditinggalkan baik oleh jama'ahnya maupun orang lain. Keberadaannya hanya dianggap sebagai ruang kumpul, bertemu dan ngobrol semata, tidak ada hal yang menarik untuk diikuti.

Kecendrungan sudah nampak didepan mata kita, ada fakta bahwa berorganisasi kian tidak diminati oleh kaum muda (generasi milenial dan generasi Z). Pada beberapa anak muda, berorganisasi dirasa tidak memberikan dampak pada kehidupannya, diatur-atur, tidak ada kebebasan, lambat melakukan perubahan. Belum lagi merasa tertekan ketika melakukan hal-hal yang dianggap berbeda dan lebih maju karena relasi senior-yunior. Situasi semacam ini kian tak diminati oleh kaum muda.

Fakta yang ada, kini tanpa berorganisasi orang lebih mudah dan cepat melakukan perubahan, mengajak dan mempengaruhi orang lain bertindak tidak harus ijin, tidak membutuhkan diskusi-konsolidasi panjang penuh debat dan pertentangan. Uniknya lagi tidak butuh biaya mahal untuk beracara, yang ada justru menghasilkan benefit langsung dan perubahan sosial terjadi, manfaat yang didapatkan masyarakat juga langsung dirasakan. Di organisasi hal-hal itu sulit dilakukan.

Kini perubahan sosial bisa dengan mudah dilakukan oleh orang per orang dengan hanya bermodalkan kekuatan media sosial, bahkan untuk melawan dan menumbangkan kekuatan negara sekalipun mereka bisa lakukan dengan mudah dan cepat. Kejadian bulan agustus kemaren dan di Nepal contohnya, penggeraknya adalah individu dari anak-anak muda. 

Untuk itu, teknokrasi ditubuh NU harus dimulai dan dilakukan, kemampuan merespon kecendrungan perubahan zaman harus ditingkatkan, menghadirkan posisi NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan ke generasi milenial dan generasi Z adalah keharusan. Dalam kegiatan Tik Talk Lakpesdam NU NTB, M.Nurkhoiron membeberkan temuannya dengan menyatakan “Pada beberapa kelompok anak muda, mereka meyakini adanya tuhan, namun tidak cukup suka dan percaya dengan lembaga dan organisasi keagamaan”. 

Fenomena seperti ini harus direspon, tampilan organisasi keagamaan seperti NU hendaklah adaptif dan mencarikan jalan. NU harus bertahan dengan nilai-nilai yang dianutnya, namun disertai kemampuan metamorfosa dan bertransformasi menjawab model beragama dan gaya hidup anak-anak muda saat ini.

Ketimpangan dalam wawasan pengabdian NU pada masyarakat yang sangat heterogen harus dijawab oleh para intelektual, Kiai, ustadz, aktivis serta cerdik pandai NU. Para cerdik pandai NU penting berbenah diri, merespons kondisi yang berbeda dengan budaya yang selama ini dianut dan dipraktekkan warga NU. Doktrin al-muhafadhah 'alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, harus mampu diterjemahkan oleh para cerdik pandai NU, biar NU senantiasa sahih dan mutawattir bermetamorfosa shalih likulli zaman wa makan berkhidmah mewujudkan bukti bakti yang dipesankan Rais syuriah PWNU NTB Datoq Bagu. 
Wallahu’lam. [ ]
×
Berita Terbaru Update