OPINI - Gelombang banjir dan longsor yang melanda berbagai provinsi di Sumatera dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan kondisi yang tidak lagi dapat dianggap sebagai bencana biasa. Ribuan warga terdampak, infrastruktur rusak, hingga akses transportasi nasional lumpuh.
Data BNPB mencatat bahwa lebih dari 20 ribu warga mengungsi, sedikitnya ratusan rumah rusak berat, dan puluhan jembatan serta ruas jalan nasional terputus di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, hingga Aceh. Kejadian beruntun dengan dampak luas ini menandakan bahwa kapasitas penanganan daerah telah terlampaui. Karena itu, pemerintah pusat dinilai perlu mempertimbangkan penetapan status bencana nasional untuk mempercepat respons dan pemulihan.
Secara regulasi, kewenangan menetapkan status bencana nasional berada di tangan Presiden sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini mengatur lima indikator kunci untuk peningkatan status: jumlah korban, kerusakan infrastruktur, kerugian material, cakupan wilayah terdampak, serta dampak sosial dan ekonomi. Jika daerah tidak lagi mampu menangani bencana secara mandiri, maka status dapat dinaikkan menjadi bencana nasional melalui Keputusan Presiden.
Melihat perkembangan di Sumatera, sebagian besar indikator tersebut kini telah terpenuhi. Di Sumatera Barat, longsor besar memutus jalur utama Padang–Bukittinggi dan menewaskan puluhan warga. Di Sumatera Utara, sejumlah desa masih terisolasi akibat akses jalan terputus lebih dari 48 jam.
Di Riau dan Jambi, lebih dari 8.000 rumah dilaporkan terendam, dan kebutuhan logistik darurat terus meningkat. Bahkan jalur distribusi bahan pokok di beberapa kabupaten sempat terganggu, memperlihatkan betapa strategisnya wilayah terdampak.
Di sisi lain, tingginya curah hujan sepanjang awal musim penghujan bukan satu-satunya penyebab. Bencana ini diperburuk oleh rusaknya kualitas lingkungan akibat deforestasi, alih fungsi lahan, dan aktivitas pertambangan yang lepas dari pengawasan.
Data KLHK 2024 menunjukkan bahwa laju deforestasi di Sumatera masih berada pada angka rata-rata 119 ribu hektar per tahun, sementara 32% DAS prioritas nasional di Sumatera berada dalam kondisi kritis. Kombinasi faktor alam dan kerusakan ekologis ini menciptakan situasi yang ideal bagi terjadinya bencana besar ketika intensitas hujan meningkat.
Penetapan status bencana nasional dapat membuka akses mobilisasi sumber daya negara yang lebih besar: pendistribusian logistik berskala nasional, penambahan tenaga medis, pengerahan TNI–Polri untuk evakuasi, hingga pembangunan infrastruktur darurat dengan segera.
Selain itu, status nasional memungkinkan koordinasi terpadu lintas kementerian sehingga penyaluran bantuan tidak terhambat oleh birokrasi daerah.
Menanggapi situasi ini, Kabid PTKP HMI Komisariat Nurcholish Madjid, Irsan, menilai pemerintah harus mengambil langkah strategis dan cepat.
Melihat luasnya dampak banjir di Sumatera, pemerintah pusat sudah semestinya mempertimbangkan penetapan bencana nasional. Penanganan tidak boleh hanya mengandalkan pemerintah daerah, karena skala kerusakan dan kebutuhan warga jauh lebih besar dari kapasitas yang tersedia.
Pembenahan jangka panjang harus dilakukan. Selama perusakan hutan dan aktivitas yang mengancam ekosistem tidak dihentikan, siklus bencana akan terus berulang. Pemerintah harus memastikan upaya mitigasi dilakukan secara serius dan berkelanjutan.
Bencana yang terjadi hari ini menjadi alarm keras bagi pemerintah bahwa tata ruang, pengelolaan lingkungan, serta mitigasi risiko bencana tidak lagi bisa dipandang sebagai isu sektoral. Sumatera tidak bisa dibiarkan bertahan sendiri menghadapi kerusakan ekologis dan bencana berkala yang semakin ekstrem.
Penetapan bencana nasional bukan hanya tentang status administratif, tetapi tentang kehadiran negara untuk menjamin keselamatan warganya.
Kini, yang dibutuhkan adalah tindakan cepat, koordinasi kuat, dan keputusan berani. Pemerintah pusat harus segera mengambil langkah strategis untuk memastikan keselamatan masyarakat Sumatera sekaligus menyiapkan pemulihan jangka panjang yang menyeluruh. [ ]
