Notification

×

Iklan

Iklan

Ritel Modern Diduga Potong Gaji Karyawan, Kasi HI Disnaker Lotim: Pekerja Jangan Takut Melapor

Wednesday, August 19, 2020 | August 19, 2020 WIB Last Updated 2021-04-13T09:55:04Z
Foto: Subhan Bahtiar, SH, Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lotim
Lombok Timur, Selaparangnews.com – Adanya dugaan pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh salah satu perusahaan ritel modern di Lombok Timur, membuat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lotim sigap untuk menangani hal tersebut. “Pekerja jangan takut untuk melaporkan jika ada yang tidak sesuai dengan aturan,” tegas Subhan Bahtiar, SH, Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lotim. Selasa, 18/8/2020.

Subhan menjelaskan jika sampai dengan saat ini, belum ada pengaduan terkait masalah pemotongan gaji yang dilakukan oleh badan usaha swasta di Lotim. Jikapun ada laporan terkait hal itu, pasti pihak Disnaker Lotim akan menyelesaikannya berdasarkan amanat UU No. 2 tahun 2004, tentang tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Sebab, pihaknya tidak bisa memproses jika tidak ada laporan yang masuk. Karena itulah landasan dari Disnaker Lotim untuk memperoses lebih lanjut ke tahap berikutnya. “Jika laporan sudah masuk, nantinya barulah skema penyelesaian berjalan,” kata Subhan

Berdasarkan tahapannya sesuai dengan Undang-Undang (UU) 2 Tahun 2004, bahwa bipartit 30 hari, tahapan mediasi 30 hari, bila di tahap mediasi belum ada kesepakatan antara pekerja dan perusahaan, maka mediator akan membuat anjuran ke Pengadilan Hubungan Industrial dalam kurun waktu 50 hari dan upaya terakhir Mahkamah Agung dalam waktu 30 hari.

Dalam kesempatan itu, Subhan juga menegaskan kalau terjadi pemotongan upah dari standar Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan ternyata saat itu ditemukan gaji standar UMK tersebut tidak sesuai, maka itu sudah menyalahi aturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

"UMK tahun 2020 Rp. 2.184.197," terang Subhan. Upah tersebut terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap, serta itu tidak boleh dipotong apapun alasannya. Kecuali insentif-insentif lain atau bonus itu boleh dikenakan pemotongan.

Subhan melanjutkan berdasarkan Udang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 ada 19 norma yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan. Seperti norma hubungan kerja, perjanjian kerja, peraturan perusaahan, dan cakupan antara karyawan dan perusahaan yang lainnya. Bahkan menurutnya, perusahaan bukan hanya bertanggung jawab kepada karyawan, tapi juga terhadap Negara.

Sampai dengan saat ini, Disnaker Lotim telah menyelesaikan 10 kasus di tahun 2020. “Alhamdulillah semuanya sudah selesai ditangani oleh pihak kami dalam hal ini Disnakertrans Lotim,” ujar Subhan.

Dari data Disnakertrans sendiri, dari tahun ke tahun belum ada yang sampai ke tahap pengadilan. Karena UU nomor 2 tahun 2004 memberi ruang untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk kesepakatan bersama. “Jadi kembali ke asas peraturan perundang-undangan Lex Spesialis De Rogat Lex Generalis yaitu undang-undang yang bersifat khusus dapat mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum,” sebut Subhan.

“Kami hanya membina saja bukan mengawasi,” sambungnya. Dalam kasus seperti ini, Disnaker bukan hanya melindungi pekerja, tapi juga melindungi perusahaan. Kalau perusahaan ternyata kooperatif, maka pemerintah akan siap melayani, tapi kalau perusahaaan tersebut tidak patuh, barulah pemerintah dalam hal ini Disnaker akan bertindak dengan membina dan mengarahkan perusahaan.

Tentu jika masalah antara karyawan dan perusahaan nantinya muncul, dalam pandangan Subhan menjelaskan harus obyektif dalam menimbang masalah. Jangan hanya menyalahkan satu pihak saja. "Jika dalam hal ini pekerja juga salah, harus kita ingatkan juga," terangnya.

Bukan hanya masalah pemotongan gaji saja, Subhan juga mengutarakan, jika ada pekerja yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sudah ada ketentuan di undang-undang. “Jika ditemukan adanya pelanggaran berat, tahapan-tahapannya juga harus dilaksanakan seperti SP-1, SP-2, SP3,” kata Subhan. Dan SP itupun harus sesuai dengan undang-undang, kalau tidak sesuai, disanalah nantinya peran dinas untuk menekan ke perusahaan yang bersangkutan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan, paling lambat 30 hari wajib melaporkan diri kepada institusi yang bertanggung jawab terhadap ketenagakerjaan sejak mendirikan, memindahkan maupun menutup perusahaan. “Itu bertujuan agar pemerintah Daerah, Provinsi atau Pusat bisa mengetahui apa yang belum diselesaikan dan akan diselesaikan yang berkaitan dengan suatu perusahaan,” tutup Subhan. (SN-06)

×
Berita Terbaru Update