![]() |
Foto: Subhan Bahtiar, SH, Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lotim |
Subhan menjelaskan jika sampai dengan saat ini, belum ada pengaduan terkait masalah pemotongan gaji yang dilakukan oleh badan usaha swasta di Lotim. Jikapun ada laporan terkait hal itu, pasti pihak Disnaker Lotim akan menyelesaikannya berdasarkan amanat UU No. 2 tahun 2004, tentang tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sebab, pihaknya tidak bisa
memproses jika tidak ada laporan yang masuk. Karena itulah landasan dari
Disnaker Lotim untuk memperoses lebih lanjut ke tahap berikutnya. “Jika laporan
sudah masuk, nantinya barulah skema penyelesaian berjalan,” kata Subhan
Berdasarkan tahapannya sesuai
dengan Undang-Undang (UU) 2 Tahun 2004, bahwa bipartit 30 hari, tahapan mediasi
30 hari, bila di tahap mediasi belum ada kesepakatan antara pekerja dan
perusahaan, maka mediator akan membuat anjuran ke Pengadilan Hubungan
Industrial dalam kurun waktu 50 hari dan upaya terakhir Mahkamah Agung dalam
waktu 30 hari.
Dalam kesempatan itu, Subhan juga
menegaskan kalau terjadi pemotongan upah dari standar Upah Minimum Kabupaten
(UMK), dan ternyata saat itu ditemukan gaji standar UMK tersebut tidak sesuai,
maka itu sudah menyalahi aturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
"UMK tahun 2020 Rp.
2.184.197," terang Subhan. Upah tersebut terdiri dari gaji pokok dan
tunjangan tetap, serta itu tidak boleh dipotong apapun alasannya. Kecuali insentif-insentif
lain atau bonus itu boleh dikenakan pemotongan.
Subhan melanjutkan berdasarkan
Udang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 ada 19 norma yang wajib dilaksanakan oleh
perusahaan. Seperti norma hubungan kerja, perjanjian kerja, peraturan
perusaahan, dan cakupan antara karyawan dan perusahaan yang lainnya. Bahkan
menurutnya, perusahaan bukan hanya bertanggung jawab kepada karyawan, tapi juga
terhadap Negara.
Sampai dengan saat ini, Disnaker
Lotim telah menyelesaikan 10 kasus di tahun 2020. “Alhamdulillah semuanya sudah
selesai ditangani oleh pihak kami dalam hal ini Disnakertrans Lotim,” ujar
Subhan.
Dari data Disnakertrans sendiri,
dari tahun ke tahun belum ada yang sampai ke tahap pengadilan. Karena UU nomor
2 tahun 2004 memberi ruang untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk kesepakatan
bersama. “Jadi kembali ke asas peraturan perundang-undangan Lex Spesialis De
Rogat Lex Generalis yaitu undang-undang yang bersifat khusus dapat
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum,” sebut Subhan.
“Kami hanya membina saja bukan
mengawasi,” sambungnya. Dalam kasus seperti ini, Disnaker bukan hanya
melindungi pekerja, tapi juga melindungi perusahaan. Kalau perusahaan ternyata
kooperatif, maka pemerintah akan siap melayani, tapi kalau perusahaaan tersebut
tidak patuh, barulah pemerintah dalam hal ini Disnaker akan bertindak dengan
membina dan mengarahkan perusahaan.
Tentu jika masalah antara
karyawan dan perusahaan nantinya muncul, dalam pandangan Subhan menjelaskan
harus obyektif dalam menimbang masalah. Jangan hanya menyalahkan satu pihak
saja. "Jika dalam hal ini pekerja juga salah, harus kita ingatkan
juga," terangnya.
Bukan hanya masalah pemotongan
gaji saja, Subhan juga mengutarakan, jika ada pekerja yang di PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) sudah ada ketentuan di undang-undang. “Jika ditemukan adanya pelanggaran
berat, tahapan-tahapannya juga harus dilaksanakan seperti SP-1, SP-2, SP3,”
kata Subhan. Dan SP itupun harus sesuai dengan undang-undang, kalau tidak
sesuai, disanalah nantinya peran dinas untuk menekan ke perusahaan yang
bersangkutan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan, paling lambat 30 hari wajib
melaporkan diri kepada institusi yang bertanggung jawab terhadap
ketenagakerjaan sejak mendirikan, memindahkan maupun menutup perusahaan. “Itu
bertujuan agar pemerintah Daerah, Provinsi atau Pusat bisa mengetahui apa yang
belum diselesaikan dan akan diselesaikan yang berkaitan dengan suatu
perusahaan,” tutup Subhan. (SN-06)