Notification

×

Iklan

Iklan

Puncak Ilmu dan Pengetahuan

Thursday, June 2, 2022 | June 02, 2022 WIB Last Updated 2022-06-02T08:19:00Z

Oleh: Ust. Ahmad Patoni*

 

Opini, Selaparangnews.com - Ketika kita membaca Pengantar Filsafat ilmu miliknya Yuyun, maka di sana terdapat perbedaan jelas antara ilmu dan pengetahuan. Dimana ilmu pasti merupakan pengetahuan, akan tetapi pengetahuan belum tentu ilmu.


Terlepas dari konsep Yuyun di buku pengantar filsafat ilmu itu, di sini kami ingin mengupas tentang tentang puncak ilmu dan pengetahuan.


Banyak orang mengira puncak ilmu dan pengetahuan adalah kemewahan, jabatan dan popularitas. Dominan masyarakat mengira, anak yang sukses adalah anak yang selesai kuliah, bisa kerja, lulus PNS, diangkat jadi pegawai di perusahaan besar jadi pejabat dan lain sebagainya. Intinya anak sukses adalah yang melekat padanya harta, tahta dan wanita.


Sehingga, demi mencapai ketiga hal di atas, tak jarang para orang tua melakukan banyak hal, demi capaian anaknya. Menyogok biar masuk kampus ternama, nyogok biar masuk tentara, nyogok biar kerja di instansi terkemuka biar dia dikira orang tua yang memiliki anak hebat dan sukses.


Tidak jarang, sang anak melakukan hal tidak wajar agar dikatakan anak luar biasa dan hebat, memanfaatkan posisi orang tuanya atau keluarganya untuk posisi yang dia impikan, merasa paling berjasa, merasa dia yang punya dsb.


Parahnya, kondisi di atas menyebabkan penyakit post power syndrom (penyakit ingin terus di atas) tidak heran kita akan menemukan kelompok manusia tertentu yang sangat takut jabatannya turun, takut digantikan jadi pimpinan, takut liat generasi baru berkreasi. 


Melihat fenomena di atas, teringat saat naik di puncak padar (salah satu destinasi wisata di labuan bajo NTT) untuk bisa menikmati pemandangan indah ini, kita harus menaiki kurang lebih 660 anak tangga. Tentunya, hal ini cukup melelahkan, tak jarang pengunjung harus digendong agar bisa selfi ke atas, kebayang betapa capeknya tukang gendong.


Setelah dia di atas, tidak jarang untuk turunnya dia akan jadi beban baru. Mereka tak jarang males turun karena nikmatnya, tapi kondisi di atas menuntut untuk dia harus turun karena akan datang pengunjung lain disertai tak adanya penjual makanan di atas.


Itulah pengetahuan, dimana puncak keindahan bisa kita tempuh dengan berbagai cara yang bisa kita pakai secara duniawi. Tapi posisi di atas bukanlah akhir dari semua perjalanan, bagi seorang petualang. Dia tak mau menetap di puncak, dia pasti bersegera untuk turun dan mencari destinasi wisata lain.


Selain dia tak takut turun, seorang petualang pasti akan menjaga diri dan alam yang dia kunjungi dari sampah, dari kotoran dan hal yang bisa menghambat orang lain untuk datang dan berkunjung kembali.


Petualang akan memelihara, petualang akan merawat dan menegur sapa siapa yang dia temukan saat diperjalanan. Petualang akan memberikan informasi baik dan memberikan langkan antisipatif demi keselamatan tamu yang akan berkunjung. Karena dia selalu ingin orang lain tak mengalami kesulitan untuk mencapai keindahan. Itulah orang berilmu.


Orang berilmu tak akan memaksakan hanya dirinya satu satunya yang boleh mencapai puncak, orang berilmu tak akan menganggap puncak sebagai tujuan akhir. Orang berilmu akan melihat puncak hanya bagian kecil dari seluruh keindahan panorama yang ada.


Orang berilmu akan mengatakan, puncak tak akan ada kalau sekiranya tak ada kaki bukit, menjadi kaki bukit begitu mulia karena bisa membuka jalan untuk orang lain memahami arti bukit secara keseluruhan. Orang alim akan melihat kalau bukit hanya seujung kuku dari keindahan tujuan utama ilmu yakni kecintaan pada Nabi dan pengabdian pada Ilahi.


*Penulis adalah Kepala Madrasah Diniyah Salaf Modern (MRSM) Pondok Pesantren Thohir Yasin Lendang Nangka, Masbagik, Lombok Timur. 

×
Berita Terbaru Update