Notification

×

Iklan

Iklan

Mau Dibawa Kemana NTB Pasca Gemilang? Mari Bersama L.M. Iqbal Membawa Harapan Baru NTB Mendunia

Thursday, March 28, 2024 | March 28, 2024 WIB Last Updated 2024-03-28T14:02:14Z

Catatan Kawan Iqbal Amir Mahmud

OPINI - Pemerintahan NTB gemilang sudah usai. Era baru menunggu. Seperti biasa masyarakat kembali harus menentukan calon kepala "masinis lokomotif" pembangunan NTB. Ibarat sebuah lokomotif Kereta Api bernama "NTB gemilang", NTB merupakan lokomotif yang menjalankan atau menarik sepuluh gerbong dengan rute Ampenan-sape. 

Dalam gerbong itu ada banyak muatan yang ditampung di dalamnya. Ada barang(komoditi), ada manusia dan ada juga hewan-hewan ternak juga komoditi pangan lainnya. Dan sudah pasti dikendarai oleh seorang Kepala Masinis. 

Seperti biasa dalam hidup ini tidak ada yang abadi. Semua ada limit waktunya. Begitu juga sebagai kepala masinis ada batasnya. Dalam lokomotif "NTB gemilang" seorang kepala masinis aturannya hanya boleh menjabat hanya dua periode dan setiap periode hanya lima tahun.

Kenapa dua periode dan hanya lima tahun dalam satu periode itulah norma aturannya. Sebuah aturan akan memiliki daya paksa harus memiliki beberapa unsur atau asas yaitu kemanfaatan, kepastian dan keadilan. Oleh pembentuk aturan sengaja diberikan kepastian limitasi untuk memenuhi aspek teoritik dari sebuah regulasi. Dan salah satu ciri sebuah aturan harus berkepastian. 

Selain itu juga menurut penulis adalah juga untuk memberikan ruang evaluasi terhadap kinerja dan kemampuan kepala masinis; apakah sudah sesuai harapan dan tujuan tercapai atau tidak, sehingga kesimpulannya apakah perlu kita merekomendasikan kepala masinis lama untuk melanjutkan men-drive lokomotif kita atau sebaliknya.

Tentu tergantung dari kita sebagai pemegang otoritas mutlak dari pengguna jasa lokomotif.
Kita punya hak untuk memastikan perjalanan dan tujuan kita harus tercapai dengan selamat dan senang gembira (bahagia). Oleh karena lima tahun pertama harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menilai perjalanan dan kinerja kepala masinis kita yg lama. 

Lima tahun telah berlalu tentu kita punya penilaian terhadap Kapala masinis lama. Pertanyaannya sudah sejauh mana lokomotif bernama NTB ini di bawa? Apakah sudah berhasil di kendarai dengan gemilang? Selain itu apakah gerbongnya masih bagus atau sudah ada yang bocor, keropos, atau jangan-jangan ada gerbong sudah terlepas dari kepala gerbong.

Banyak pertanyaan yang harus kita munculkan untuk menilai kinerja kepala masinis kita. Karena ini bukan hanya soal kemampuan mengendarai tetapi juga berkaitan dengan maintenance dan perencanaan sumber daya yang ada di dalam gerbong tersebut.

Beberapa pertanyaan itu kiranya penting kita gugat ke dalam diri kita masing-masing sebagai pengguna dari jasa kepala lokomotif itu. Apakah sudah berhasil atau sebaliknya. Kenapa penting saya (penulis) utarakan dan pertanyakan ke khalayak publik, tentu dengan harapan kita bisa memberikan penilaian dan evaluasi kinerja kepala masinis. Sehingga dengan demikian kita bisa memastikan bahwa dalam penentuan kepala masinis yang baru kita sudah menentukannya dengan kesadaran dan pertimbangan matang. 

Dalam penentuan kepala masinis lima tahun ke depan banyak hal yang harus menjadi tolok ukur dan pertimbangan ketika kita akan memutuskan siapa calon kepala masinis yang paling relevan untuk membawa kita sampai pada tujuan dan harapan yang kita rancang bersama sebagai pengguna jasa. 

Pada konteks politik, pemerintah NTB lebih kurang adalah lokomotif yang harus kita nilai, evaluasi, kritik dan koreksi kebijakan kepala pemerintahan selama lima tahun. Apakah kebijakan yg selama ini dibuat sudah memenuhi harapan dan janji mereka sebagai kepala pemerintahan. Apakah kebijakan "masinis lama" selama lima tahun ini sudah menjangkau harapan rakyat kecil, atau justru hanya menjangkau masyarakat tertentu. 

Berdasarkan data BPS NTB angka kemiskinan justru semakin bertambah dari angka 737, 46 jiwa pada maret 2018 menjadi 751, 23 jiwa pada periode Maret 2023. Fakta data ini adalah bukti bahwa betapa pentingnya kita sebagai pengguna dari lokomotif bernama NTB untuk melakukan evaluasi, koreksi dan nilai secara utuh. 

Pilkada dan Harapan Baru

Pada perhelatan politik lima tahunan (Pilkada) adalah momentum masyarakat dan kawan-kawan muda untuk melakukan koreksi, evaluasi dan menilai kinerja kepala daerah yang lama. Apapun hasil penilaian itu tentu merupakan sikap otonom masyarakat sebagai pemegang kedaulatan atas mandat pemerintahan. 

Untuk memastikan mandat itu akan kita lanjutkan atau tidak, mekanisme demokrasi telah menyediakan tata cara bagaimana masyarakat dan kawan-kawan muda melakukannya. Tetapi sebelum memutuskan untuk memberikan mandat kepada siapa,  alangkah baiknya jika kita koreksi setiap kandidat atau calon yang akan ikut berkompetisi menjadi kepala daerah. 

Artinya, pilihan kita harus dilandasi dengan pertimbangan yang matang berdasarkan rekam jejak dari masing-masing calon. Tidak dengan sikap- sikap pragmatis dan transaksional.

NTB lima tahun ke depan membutuhkan figur pemimpin yang mengerti dan memahami kultur dan landscape pembangunan yang tepat dengan postur anggaran daerah yang terbatas. Artinya kapasitas pengetahuan calon pemimpin NTB mendatang adalah orang yang mampu membaca perubahan- perubahan sosial, politik, dan kemasyarakatan dari skala regional sampai global. Selain itu juga mampu beradaptasi dan berinteraksi secara sederhana dengan seluruh lapisan masyarakat di seluruh NTB. 

Calon pemimpin dengan kemampuan dan pengetahuan yang komprehensif akan memastikan kebijakan yang akan digulirkan mengedepankan aspek science sebagai instrumen pembentukannya. Dengan demikian tata kelola pembangunan lima tahun ke depan akan berbasis pada pendekatan riset dan melibatkan partisipasi subjek pembangunan yaitu masyarakat.  

Rilis data BPS terkait angka kemiskinan sebagai salah satu dari salah banyak indikator untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari seorang pemimpin, mungkin bisa menjadi referensi konkrit bahan analisis. Data BPS tersebut tentu tidak menjadi basis legitimasi tunggal untuk menyimpulkan kegagalan pemimpin, tapi paling tidak fakta kenaikan angka kemiskinan NTB lima tahun ini menunjukkan kapasitas kebijakan pemimpin NTB tidak tepat dan bisa jadi salah sasaran. 

Angka kemiskinan NTB lima tahun yg dirilis BPS bukan data basa-basi. Bila dibandingkan dengan kepemimpinan tuan guru bajang, Muhammad Zainul Majdi, 10 tahun yg lalu jelas perbedaannya dari data yg sama soal kemiskinan. Tuan guru bajang justeru berhasil menurunkan angka kemiskinan. Itu artinya bahwa kapasitas intelektual pemimpin yg komprehensif sangat berdampak pada kualitas kebijakan.

Menurut saya (penulis), fakta pembangunan NTB selama lima tahun cukup terwakilkan oleh data BPS terhadap angka kemiskinan. Sebab kemiskinan merupakan puncak dari dampak sebuah kebijakan. 

Apapun bentuk dan nama kebijakan, Fenomena kemiskinan adalah cermin paling nyata dari intervensi sebuah policy. Policy yang baik akan menghadirkan dampak berantai terhadap sektor-sektor pendukung pembangunan dan pada puncaknya fenomena kemiskinan akan berkurang. 

Untuk menghasilkan policy yang baik harus dibentuk dari figur pemimpin yang berkompeten secara intelektual juga berpengalaman secara kinerja kelembagaan. Pada titik ini, Lalu Muhammad Iqbal, cukup merepresentasikan semangat dan kebutuhan kepemimpinan NTB lima tahun ke depan. 

Muhammad Iqbal memang tidak memiliki pengalaman memimpin NTB. Tapi pengalaman memimpin lembaga penting pemerintahan sudah cukup lama. Kita tahu beliau adalah mantan dubes di beberapa negara. Tentu dengan pengalaman memimpin lembaga-lembaga negara di beberapa negara sebagai wakil pemerintah di negara luar beliau akan memiliki refrensi untuk membawa NTB mendunia. 

Lalu Muhammad Iqbal, adalah harapan baru pasca NTB gemilang. Kita butuh figur baru yang mampu mewujudkan mimpi Kawan² muda untuk menghadapi pergaulan dunia yang sudah tidak terbatas. 

Persoalan pembangunan NTB bukan saja soal infrastruktur fisik, pendapatan masyarakat rendah, angkatan kerja sedikit, pelayanan kesehatan rendah, kualitas pendidikan rendah, lalu persoalan lingkungan yg kritis dan birokrasi pemerintahan yg menonton. 

Tapi juga ada persoalan eksternal yang secara tidak langsung mengancam dinamika kedaerahan kita akibat perubahan dinamika global yang tidak terproteksi oleh kebijakan pemerintah daerah.  

M. Iqbal saya kira sosok yang tepat membawa masyarakat NTB menyongsong era baru yang serba digitalistik. Kita butuh pemimpin yang mengenal peradaban Barat dan memahami kultur masyarakat global. Hanya dengan pemimpin yang punya wawasan dan akses informasi dan kultur global lah yang akan mampu mempersiapkan masyarakatnya menghadapi pergaulan masyarakat industri five point O (5.O). 

Pembangunan NTB tidak cukup hanya mengandalkan pendapatan asli Daerah yang terbatas. Kita butuh pemimpin yang punya solusi jawaban atas kelemahan anggaran daerah. Setidaknya dalam beberapa diskusi yang pernah saya lakukan dengan bang Iqbal; efisiensi dan alternatif pembiayaan diluar APBD harus menjadi kunci pembangunan NTB. 

Sebab APBD NTB tidak akan cukup untuk menjangkau semua pembangunan di daerah. Begitulah beliau sedikit menjelaskan. Oleh karena itu kita butuh pemimpin baru yg memiliki konsep membangun dengan pikiran genuin dan berperspektif global. Pada akhirnya mau dibawa kemana NTB. Mari bersama L. M. Iqbal membawa harapan baru NTB mendunia.


*Amir Mahmud, S.H. | Anggota Komisioner Bawaslu Kabupaten Lombok Timur Periode 2018-2023 dan juga pernah menjadi Peneliti di Somasi dan Fitra NTB
×
Berita Terbaru Update