Notification

×

Iklan

Iklan

Makna Idul Fitri Dalam Relasi Sosial Politik Pilkada Serentak 2024: Upaya Menjaga Stabilitas Politik Akar Rumput

Friday, April 12, 2024 | April 12, 2024 WIB Last Updated 2024-04-11T16:52:53Z

Penulis: Amir Mahmud*

OPINI - Allahuakbar... Allahuakbar... Allahuakbar... 


Gema takbir bersenandung sahut menyahut di antara sudut-sudut masjid yang saling berhimpitan satu dengan yang lainnya di tanah pulau seribu masjid. 


Sementara 1 Syawal masih diperdebatkan di tingkat elit tim falakiyah Kementerian Agama Republik indonesia; apakah hari lebaran akan jatuh hari ini (Rabu, 10 April 2024). Di sisi yang lain salah satu organisasi keislaman terbesar di Indonesia sudah memastikan hari lebaran akan jatuh pada hari Rabu.


Namun pada akhirnya pemerintah setelah melalui sidang isbat penentuan 1 Syawal 1445 H , bersepakat memastikan hari lebaran untuk tahun 2024 bersamaan dengan ormas dari perkumpulan Muhammadiyah.


Momentum Idul Fitri bagi yang mendalami maknanya adalah satu peristiwa sakral bagi penyucian jiwa terdalamnya untuk memaknai jalannya hidup yang akan berlangsung dalam konsep ruang dan waktu. 


Idul Fitri tak hanya sekedar seremoni biasa. Lebih dari perayaan baju baru, gamis baru, peci baru, mobil baru dan juga hidangan berbagai kue dan makanan-makanan lainnya yang tak sempat di sentuh si miskin di ujung kampung yg mulai terbawa arus metropolitan. 


Mental idul Fitri pada dasarnya adalah pembebasan diri manusia pada beban kemapanan dan keegoisan manusia pada sikap ke-Akuan pada sang pencipta. Idul Fitri selain penyucian jiwa juga simbol hari kemenangan umat Islam dari musuh tertua dan terberatnya yaitu hawa nafsu. Tiga puluh hari berpuasa tidak lain hanyalah untuk menundukkan hawa nafsu ke Akuan diri. Padahal kita (manusia) hanya media aktualisasi diri tuhan pada alam insan sebagai perwujudan ke-Akuan tuhan itu sendiri. 


Namun, kita (manusia) seringkali lupa bahwa apapun yang kita miliki pada hakekatnya bukanlah milik mutlak manusia. Konsep dasar manusia itu sendiri secara bahasa berasal dari kata 'insan' yang berarti lupa. Dari makna insan saja kalau kita sadari bahwa apapun yang kita miliki atau yg melekat pada diri manusia adalah suatu proses ingatan dan dalam ingatan ada potensi untuk lupa.


Status sosial, harta benda, pangkat dan jabatan semuanya akan berakhir pada proses ingatan dan melupakan. Saat ingatan masih stabil kita mampu memberikan klaim terhadap sesuatu tetapi sebaliknya ketika kita sudah lupa sesuatu yang menempel di badan saja tidak akan mampu kita berikan status. Apalagi melakukan proses klaim.


Oleh karena itu momentum idul Fitri harus dimanfaatkan sebagai media pembersihan diri secara holistik untuk menemukan makna terdalam dari peristiwa hari raya idul Fitri. 


Perayaan hari raya idul Fitri lebih dari sekedar pergi bersalam-salaman antar sesama keluarga dan tetangga namun makna terdalamnya adalah membersihkan mental, pikiran, nurani, dan akal pada satu kesadaran purna bahwa kita (manusia) hanya ruang aktualisasi diri tuhan pada alam. Sehingga pada hakekatnya apapun tindakan dan ekspresi kita pada ruang sosial-politik tidak lebih hanyalah ekspresi kebesaran dan ke-Akuan tuhan di alam insan. 


Maka patut kita menyadari bahwa apapun perbedaan politik dan afiliasi kita sebagai masyarakat pada ruang sosial-politik semata-mata untuk menjalankan perintah tuhan sebagai Khalifah fil Ardi.


Pengakuan pada status sosial dan penghambaan pada pangkat dan jabatan pada ruang sosial-politik sesungguhnya hanyalah mental yang rapuh. Sejatinya insan yang kembali suci dalam makna hakiki akan membentuk karakteristik individu purna pada sikap menghargai perbedaan politik pada perhelatan politik pilkada mendatang. 


Politik di Akar Rumput 


Menjelang pilkada serentak tahun ini realitas politik akar rumput mulai riuh. Masyarakat terus menyuarakan aspirasi dan keinginannya. Relawan-relawan mulai bermunculan, logo dan selogan terus bergema. 


Bukan tidak mungkin gesekan antar pendukung akan terus berserudukan. Jika tidak diantisipasi situasi itu akan menjadi pemandangan biasa menuju hari pencoblosan. Dinamika politik Masyarakat terus bergulir seiring munculnya calon kontestasi. Namun sampai saat ini pasangan calon belum terlihat pasti. 


Momentum idul Fitri dengan tradisi saling mengunjungi antar keluarga, kerabat dan sahabat juga salam-salaman sesungguhnya menjadi peluang merajut perbedaan, meneguhkan kebersamaan dan persaudaraan juga mencairkan suasana politik agar lebih jernih dan sejuk. 


Lebaran idul Fitri menjadi strategis kehadirannya di tengah riuhnya fragmentasi politik masyarakat di akar rumput. Apalagi suasana pilpres dan pileg masih terasa efeknya sampai saat ini.


Dalam konteks pilkada, ritual idul Fitri menyimpan hikmah bagi dinamika politik yang berkembang saat ini. Lebaran idul Fitri saat ini dapat menjadi instrumen merawat dan menjaga persatuan rakyat. Ruang rekonsiliasi antar semua aktor dan simpatisan.


Berdasarkan regulasi yang ada, pilkada serentak masih di payungi undang-undang nomor 10 tahun 2016. Dan berdasarkan PKPU nomor 2 tahun 2024 tentang tahapan dan jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, pemilihan bupati dan wakil bupati, tahapan pilkada akan di mulai dari tahapan persiapan, penyelenggaraan, penetapan calon terpilih, penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil pemilihan dan terakhir pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.(PKPU 002/2024)


Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum kabupaten lombok timur, pemungutan suara akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Sementara tahapan pendaftaran bakal calon akan dilaksanakan Agustus mendatang. 


Saat ini beberapa tahapan pilkada sedang berlangsung diantaranya tahapan persiapan dan penyelenggaraan. tahapan pilkada sudah berada pada tahapan teknis penyelenggaraan yakni sosialisasi calon perseorangan (calon independen).


Sebelum berada pada tahapan terakhir pemungutan suara perlu dipahami bahwa pilkada serentak adalah mekanisme demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka kontestasi pilkada harus dimaknai sebagai aktivitas warga negara dalam menentukan pemimpin merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dalam sistem negara hukum dan demokrasi bukan hanya milik penyelenggara pemilu an sich. 


Kesadaran masyarakat pada level ini menjadi penting di edukasi oleh lembaga penyelenggara pemilu dan stakeholder lainnya sehingga kontestasi pilkada tidak berpotensi membelah masyarakat ke dalam friksi-friksi yang tak bermanfaat. 



Dengan demikian idul Fitri bukan hanya soal salam-salaman, baju gamis baru, serba-serbi kuliner makanan tetapi sebuah kebaruan kesadaran dalam memaknai realitas sosial-politik menjelang pilkada serentak 2024 guna menghasilkan pemimpin daerah yang kredibel, merakyat dan pro pada hadirnya masyarakat bangsa: Baldatun Toyibatun Warabbun Ghafur. []


*Amir Mahmud | Anggota Bawaslu Kabupaten Lombok Timur Periode 2018-2023

×
Berita Terbaru Update