Foto: Royal Sembahulun, Ketua Asosiasi Pokdarwis Lombok Timur |
Lombok Timur, Selaparangnews.com
– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur
dianggap ugal-ugalan dalam merancang peraturan tentang pengembangan sektor
pariwisata di Lotim.
Pernyataan itu disampaikan oleh
Royal Sembahulun, Ketua Asosiasi Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Lombok Timur
melalui cuitannya di Facebook.
Saat dikonfirmasi, Royal
mengatakan bahwa cuitan itu dilontarkan lantaran geram dengan sikap legislatif
dan eksekutif yang tekesan main-main dalam merancang perda tentang pariwisata.
Pasalnya, lanjut Royal, DPRD dan
eksekutif memaksa untuk memperdakan sebuah naskah akademik Rancangan Induk
Pembangunan Pariwisata (RIPPARDA) yang belum jelas keberadaan dokumen-dokumen
dasarnya.
Padahal, kata Dia, jika mengacu
pada pedoman penyusunan RIPPARDA, seperti yang termuat dalam Peraturan Kementerian
Pariwisata (Perkemenpar) Nomor 10 Tahun 2016, penyusunan Perda tentang wisata
itu ada tahapannya.
Yang pertama, lanjutnya, penyusunan
dokumen rencana RIPPARDA, kemudian naskah akademik, baru setelah itu Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda).
Katanya, Raperda Pariwisata yang
disuguhkan oleh Dewan itu terlihat aneh dan ganjil. Kenapa? Karena tidak sesuai
dengan pedoman yang ada dalam Perkemenpar di atas.
Mestinya, sambung Royal, dokumenya
itu yang harus benar-benar matang, karena di sanalah diatur semua analisa destinasi wisata,
beserta peta kawasan yang akan dikembangkan. Dan memang, tegasnya, yang diperdakan
adalah dokumen tersebut.
“Pertama kali diundang langsung
uji publik naskah akademik, mestinya kan harus menyusun dokumen perencanaannya
dulu, ini yang kita anggap janggal dan terkesan ugal-ugalan,” tegasnya saat
dikonfirmasi via Whatsapp. Selasa, 15/12/2020.
Dia meminta supaya Dewan menunda
dulu rancangan peraturan daerah itu jika memang kurang dana untuk menyusun
dokumen perencanaan yang baik dan bagus, sampai ada anggaran yang memadai untuk
merealisasikannya. “Jangan kemudian dipaksakan mengundangkan dokumen yang tidak
jelas,” tegas Royal.
Jika Dewan dan Eksekutif paham
bahwa dokumen perencanaan itu penting, sambungnya, maka pemerintah harus berani
menganggarkanya. “Masak hanya menganggarkan Rp. 100 juta tapi mau produk
bagus,” ketusnya.
Jika ingin mendatangkan uang
besar dan support dari pusat tapi tidak berani berkorban, ujar Royal, maka itu
sama saja dengan bohong.
Dia mengaku sempat meminta
dokumen RIPPARDA itu untuk dipelajari dan dicek bersama selaku pegiat dan
pelaku usaha wisata. Namun, kata Royal, DPRD tidak mampu menunjukankannya. Padahal
menurutnya itu sangat penting untuk dibahas bersama para pegiat dan pelaku usaha
wisata yang ada di Lotim.
“Bukan tiba-tiba diajak membahas
draft Perda, takutnya nanti ketika diperdakan dokumennya itu justru amburadul,
atau bahkan tidak diterima karena tidak sesuai dengan ketentuan pedoman
penyusunan RIPPARDA itu sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan hal itulah, sebagai
Ketua Asosiasi Pokdarwis Lotim, Ia
menyimpulkan bahwa DPRD dan pihak Eksekutif tidak serius ingin membangun
pariwisata Lotim. “Mestinya, jika ingin melihat wisata di Lotim maju harus
benar-benar membuat perencanaan yang komprehensif,” tandas Royal.
Royal mengatakan bahwa pada tahun
2015 lalu, Pemerintah pernah membuat RIPPARDA, namun RIPPARDA tersebut tidak
sempat diperdakan. Dan berdasarkan keterangannya, Pemkab dan DPRD justru ingin
memperdakan dokumen dari RIPPARDA yang dinilai sudah usang itu.
RIPPARDA yang asal-asalan,
sambung Royal, akan merugikan dirinya sebagai pelaku usaha pariwisata dan
masayarakat secara umum. Apa sebab? Karena hal itu pasti akan amburadul mengingat
isi yang ada dalam dokumen itu tidak relevan lagi.
Selain itu, Ia juga mengaku ingin
tahu apakah dokumen tersebut sudah sesuai atau belum dengan amanat Perkemenpar
Nomor 10 Tahun 2016 itu.
“Sudah jelas ini ngawur, karena
sudah banyak perubahan dan pembangunan tetap berjalan, sehingga dokumen yang disusun
dulu itu sudah tidak dapat dipakai lagi,” tandasnya.
Idealnya, papar Royal, Pemerintah
melakukan revisi terhadap dokumen itu terlebih dahulu, baru kemudian mengarah
kepada naskah akademik dan Raperdanya.
“Ini namanya DPRD main
kucing-kucingan dan ingin mengibuli rakyatnya sendiri karena mereka hanya ingin
tahu sendiri materi dalam dokumen itu sendiri,” sindirnya sembari mengatakan
bahwa sampai saat ini dokumen tersebut masih dirahasiakan. “Yang pasti pernah
disusun di Bappeda pada tahun 2015,” tegasnya.
Dia mengatakan bahwa dirinya
tidak percaya kalau dewan lebih paham terkait pariwisata dari pada para pelaku
di lapangan. Oleh karenanya, Ia meminta supaya DPRD bersikap terbuka ke public,
tidak main sembunyi-sembunyi.
“Harapan kita besar agar RIPPARDA
itu bisa diwujudkan, tapi kita juga tidak mau disuguhkan perencanaan yang asal-asalan
yang ujungnya nanti mandul,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua DPRD Lotim,
Murnan saat dimintai penjelasan terkait statemen Royal tersebut pada Rabu
kemarin, 16 Desember 2020 memberikan tanggapan bahwa Rancangan Perda tentang
Pariwisata yang sedang dirancang oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah
(BAMPERDA) DPRD Lotim masih dalam proses.
“Proses sudah sejak awal tahun
dimulai, dari penyusunan NA, Drafting, Konsultasi Publik, Workshop, dan
lain-lain, dan sekarang ini masih pembahasan di tingkat I,” ujarnya.
Karena masih dalam proses, Ia
meminta supaya mengikuti prosesnya itu serta memberikan masukan materi jika ada
hal yang dianggap penting dan dibutuhkan dalam rancangan Perda tersebut.
“Saya sarankan baca NA dan
Draftnya baru kasih masukan ke BAMPERDA atau gabungan Komisi II yang membahas
RIPPARDA,” tutupnya. (yns)